Fatimah- Artinya : Nama putri Nabi Muhammad yg paling mulia Maryam - Artinya : Nama ibundanya Nabi Isa Alaihissalaam, wanita paling suci Qurratal’ain - Artinya : 1) Nama seorang ulama yg selain cantik rupawan jg berilmu tinggi 2) Yang indah dipandang mata Al-Mutmainnah - Artinya : Jiwa yg tenang (Ayat Al-Quran) Andrea Reenee Shevanya
Nabibersabda, “Akulah ubin itu, Aku adalah penutup para nabi”. Umat Islam pun diperintahkan meyakini dan menghargai seluruh para nabi plus kitab suci yang dibawanya. Jika para nabi yang membawa ajaran-ajaran ketuhanan itu dikatakan Muhammad sebagai bersaudara, maka para pengikut atau pemeluk agama- agama itu disebut sebagai Ahli Kitab.
10. eika Marym Baru dalm Bera Usia Hanna lanjut sudah. Masa suburnya telah lewat menurut perhitungan sebagai seorang wanita. “Mungkinkah,” katanya di dalam hati, “mungkinkah takdirku meninggalkan dunia ini tanpa pernah menjadi seorang ibu.” Bukanlah sebuah penentangan apa yang terbesit di dalam lubuk hatinya yang terdalam ini. Ia tahu bahwa Allah Maha Memberi sehingga tidak ada hak bagi hamba untuk mengeluhkan-Nya. Bahkan mengeluhkan dirinya. Namun, seperti itulah keadaan setiap wanita! Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri. Cenderung mengait- ngaitkan kejanggalan dalam hidupnya. Mulai dari angin yang tak berembus, hujan yang tak kunjung tiba meski sangat dinanti-nantikan, pintu rumah yang tidak juga diketuk seorang tamu, sampai keadaan yang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semuanya selalu menjadi alasan untuk mencari kekurangan pada dirinya sendiri. Demikianlah wanita! Mungkinkah dirinya telah menjadi penyebab sehingga tampil untuk merasa bertanggung jawab ketika ada hal-hal yang tak seorang pun mau peduli? 92Dalam penantiannya selama berpuluh-puluh tahun untuk dapat menjadi seorang ibu, Hanna juga selalu menelisik kekurangan dirinya. Mungkinkah ada seekor semut yang tanpa sengaja diinjaknya, mungkinkah ada sehelai daun zaitun yang ia lukai, atau seorang yatim yang tidak ia belai rambut kepalanya? Mungkinkah ada seorang tamu Allah yang mengetuk pintu namun tidak ia bukakan karena tertidur lelap, atau mungkinkah ada sangkar burung yang tanpa tanpa sengaja telah dirusak olehnya? Atau mungkinkah ada aliran sungai yang tanpa sengaja telah menjadi sedikit keruh airnya saat ia mengambilnya? Semua ini selalu ia tuliskan satu demi satu di dalam buku hariannnya. Ia baca ulang semuanya seraya mencari kesalahan yang bersumber dari dirinya. Hanna pun selalu berbicara pada diri sendiri. “Cukup tua sudah diriku,” katanya dalam linangan air mata membasahi kedua pipinya. Ia menyangka telah berakhir sudah masa suburnya. Tertutup sudah kemungkinan untuk dapat melahirkan seorang bayi. Hampir sampai sudah waktu banginya untuk dikubur dan membusuk di dalam tanah. Hanna kembali menyendiri di taman di belakang rumahnya setiap kali merasa sedih. “Wahai sahabatku yang berwarna cantik abu-abu!” katanya. “Wahai sahabatku yang selalu setia menjaga rahasia,” katanya kepada pohon-pohon zaitun di kebunnya. “Orang-orang telah ramai menggujing tentang diriku. Kata-kata mereka sungguh telah membuat sakit hatiku, melukai jiwaku. Ah...!” Jika saja di masa lalu, niscaya tidak akan begitu peduli dengan apa yang mereka gunjingkan. Namun, untuk saat ini sangat berat. Begitu dalam luka yang digoreskan. Hati, jiwa, dan wajah bersih Hanna seolah-olah tercabik-cabik. 93“Mereka memitnah diriku dengan tuduhan wanita mandul terlaknat.” Wajahnya mengarah ke genangan air, mencari tanda, noda, dan guratan pada di sana. “Menjadi seorang wanita yang dilaknat Tuhan.” Sungguh betapa pedih dakwaan itu bagi seorang wanita... Gemetar ia merenungi. Menunduk. Berkaca ke atas air. Mencari pertanda pada wajahnya. Sesaat terlintas sang suami dalam pikirannya. Kembali ia tertunduk. Imran, seorang alim agung keturunan Harun . Seorang ahli kitab, haiz, pembimbing masyarakat. Ia merasa dirinya sebagai seorang istri yang telah dilaknat Tuhan, seorang yang telah diusir dari tempat ibadah dengan tuduhan laknat mandul.... Begitu pedih Hanna meratapi keadaannya. Sementara itu, setan seolah-olah telah siap mencari mangsa; siap berbisik dengan lidah ularnya. Mengembuskan desas-desus. “Engkau adalah seorang mandul. Seorang terlaknat....” Setan terus berbisik... dan berbisik.. Saat api desas-desus begitu berkobar dari mulut setan, saat Hanna hampir saja terbuai oleh bisikannya, terdengarlah suara Imran membuyarkan buaian setan. “Hidup adalah sebuah ujian. Tuhan kita akan menguji kita dengan berbagai macam kepedihan, kepapaan. Bukankah selalu berzikir menyebut Ya Wakil’ adalah yang terbaik bagi kita?” 94Kembali Hanna menarik dirinya dari tertunduk di bibir sumur. Al-Quds. ah, al-Quds.... Engkau tidak lagi seindah dulu. Bahkan, penghulu alim Baitul Maqdis pun seolah telah berganti. Baru saja seminggu berlalu dari perbincangan di antara Imran dan Nabi Zakaria mengenai “kemandulan”, keduanya telah menuai cercaan yang bukan-bukan. Hal ini berawal dari watak alim muda bernama Mosye yang selalu terbelenggu jiwa serakahnya untuk menjadi pemimpin para ulama. Memang, sejak kecil Hanna telah mengenal Mosye. Saat pertama kali belajar di rumah Imran. Tidak segan-segan Mosye melahap apa saja dalam jamuan makan yang dihidangkan Hanna. Dengan persetujuan Nabi Zakaria pula Mosye dapat diterima di sekolah agama di Baitul Maqdis. Tahun-tahun telah berlalu dan telah membuat seorang Mosye begitu banyak berubah dari masa lalunya, saat ia menghapuskan begitu saja perjuangan dan kebaikan banyak orang kepadanya. Padahal, keturunan Bani Israil telah terkenal dengan kekuatan ingatannya. Mereka juga terkenal tidak pernah lupa dengan janji-jani yang telah diucapkannya. Mungkin karena ketidaktahuan balas budi yang telah sedemikian merambah di zaman akhir sehingga manusia dapat begitu mudah lupa, masa bodoh dengan segala perjuangan dan kebaikan yang telah diperbuat untuknya. Dan Mosye adalah bagian dari mereka, seorang yang kini telah menentang Imran dan Zakaria yang telah menjadi pengasuhnya. “Akhir zaman....,” kata Hanna kepada pohon-pohon zaitun yang diajaknya bicara. “Akan datang hari akhir... akan datang hari penghujung, yang kesetiaan dan sikap tahu balas 95budi akan hilang bersamanya. Kesetiaan akan terangkat dari al-Quds sehingga seorang akan menjadi mangsa bagi yang lainnya….” Demikianlah kata para leluhur. Betapa pedih hati Imran dan Nabi Zakaria saat kembali ke rumah di malam itu. Meski keduanya sama sekali tidak menunjukkan kepedihan hati, di pagi hari berikutnya Hanna maupun al-Isya telah mendengar desas-desus yang begitu memerahkan telinga. Sesak serasa jiwa dibuatnya. Semua orang telah ramai menggunjing. “Mandul, laknat ilahi!” seru Mosye dan orang-orang yang mengikutinya. Penghinaan itu cepat merambah ke seantero kota. Bahkan, penghinaan menyakitkan sampai juga ke dalam rumah tangganya. Dicap sudah keluarganya oleh semua orang yang tidak punya hati. Tercabik-cabiklah hati Hanna dan al-Isya. “Dua orang ini adalah wanita terlaknat yang menjadi mandul. Huh....” Mendengar ini, Nabi Zakaria sampai-sampai mengeluhkan orang yang menebar hinaan itu. “Inikah wujud persaudaraanmu? Sungguh keji sekali perbuatanmu wahai orang yang kami telah anggap sebagai saudara. Inikah hal sebaliknya yang engkau lakukan kepada kami? Inikah persahabatan, inikah balas budi? Bukankah engkau adalah seorang yang telah mengabdikan diri di jalan Tuhan, mengabdi untuk membimbing, memberi contoh kepada masyarakat? Lalu, mengapa engkau tega menyebar itnah yang sedemikian keji kepada kami? Apa tujuanmu sehingga kami khawatir dengan masa depan keluarga sepeninggal kami lantaran perbuatan kejimu!?” 96Gunjingan para wanita begitu pedas terdengar di telinga Hanna dan al-Isya. “Bukankah Imran dan Zakaria adalah para alim agung? Mungkinkah keduanya memiliki kekurangan? Pastilah kalian para istri yang lemah. Ah.... Jika saja kalian berdua lebih perhatian kepada suami, pasti akan tercapai keinginan mereka untuk memiliki anak. Namun, rupanya para istri mereka tidak begitu mampu memberikan cinta!” Dan malam itu, al-Isya menangis tanpa henti. Hatinya koyak karena sedih sehingga ia pun mengadu kepada suaminya. “Mengapa engkau tidak meninggalkan diriku yang telah menjadi wanita terlaknat ini?” Nabi Zakaria yang secara usia lebih tua menenangkan hati istrinya dengan penuh kasih sayang. “Engkaulah satu-satunya pendukungku di dunia yang luas ini. Satu-satunya belahan jiwa tempat berbagi derita. Lalu, mengapa engkau berkata begitu? Tidak engkau tahu kalau permasalahan ini adalah kuasa Allah dan takdir-Nya? Meski tahu dan mengimani semua ini, mengapa engkau masih menyalahkan diri dan juga membuatku bersedih hati, wahai Isya!?” Nabi Zakaria bertutur dengan lembut meyakinkan sehingga hati sang istri menjadi tenang. Dan memang demikianlah selalu luka di dalam hati al-Isya terobati. “Kehormatanku paling mulia di dunia ini adalah dirimu, menjadi istri seorang nabi!” kata al-Isya seraya bersimpuh 97dalam pangkuan sang suami. Nabi Zakaria pun segera menarik tanggan untuk berdiri seraya mencium lembut kening istrinya. Betapa kejam orang yang berkata “mandul” untuk mereka. Gunjingan ini sebenarnya sudah lama dan menyeruak sejak ada perebutan supremasi di antara para alim Baitul Maqdis. Imran yang berasal dari keturunan Nabi Harun dan Zakaria yang berasal dari keturunan Nabi Daud sebagai alim agung hampir saja dihardik dari dalam Baitul Maqdis. Lebih-lebih dengan kenyataan bahwa Zakaria telah diutus sebagai nabi. Hal itu membuat para pengasuh Baitul Maqdis yang secara usia dan jabatan lebih tinggi semakin tidak kenal ampun. Mereka merasa telah banyak beribadah, mengabdikan hidup di jalan agama sampai rambut kepala memutih, berzikir, berpuasa, dan menempa spiritual. Namun, mengapa yang justru terpilih di antara mereka untuk menjadi seorang nabi adalah Zakaria? Mereka menyangka diri mereka lebih layak untuk menjadi seorang nabi. Demikianlah, sikap serakah dan sombong telah mengobarkan api kemarahan dan permusuhan... Bahkan, dua lembaga terbesar di Baitul Maqdis, yaitu pesantren akhlak dan hattat, telah dirambah api permusuhan itu. Sebagian dari para ahli tulis kitab berada dalam asuhan Imran dan Zakaria. Mereka adalah ahli takwa, kelompok yang menjaga diri dari politik wali Romawi. Sementara itu, kelompok tablig menyibukkan diri untuk ikut campur ke dalam politik Romawi untuk menjaga keselamatan Baitul Maqdis. Bahkan, mereka tega menandatangani peraturan pemungutan pajak yang sangat membebani warga, sesuatu 98yang ditentang Imran dan Zakaria. Demi mendapat simpati politik dari Romawi, para pengikut kelompok tabligh setuju dengan penerapan pajak karena mereka tidak terkena aturan itu. Perbedaan seperti inilah yang kian hari meruncing. Apalagi, kondisi kesejahteraan masyarakat al-Quds semakin menurun. Tingkat kemiskinan bertambah. Banyak orang sakit, kelaparan, dan hukum yang tidak adil untuk setiap warga. Sudah lama para pengasuh Baitul Maqdis tidak lagi mengindahkan syariat Nabi Musa demi ekonomi dan politik. Sepuluh ajaran tauhid yang diperintah Nabi Musa sudah lama ditinggalkan. Bahkan, mereka telah jauh tersesat dengan mengumpulkan emas dan harta dalam pemotongan hewan kurban dan persembahan. “Dunia bersama dengan politik dan harta kekayaannya harus berada di bawah kendali bangsa Yahudi,” kata mereka. Sejatinya, yang ada dalam pikiran mereka hanya harta dan keselamatan pribadi. Imran telah mengatakan, “Tidak dibenarkan bergabung dengan orang zalim bersama dengan kezalimannya.” Namun, mereka malah berbuat sebaliknya. Mereka semakin asyik terjun ke dalam dunia politik dan menjalin hubungan dengan Romawi dengan alasan masa depan Baitul Maqdis. Tak heran jika mereka mendapatkan status khusus sebagai kasta paling tinggi dengan menjadi pemimpin agama di tempat peribadatan dan dibebaskan dari berbagi tanggungan dan beban. 99Orang-orang yang menghuni tempat peribadatan sebenarnya hanya berkuasa dalam lingkup yang sempit. Karena itulah mereka menerima pemerintahan Romawi karena menjanjikan status khusus di masyarakat, meski harus dengan mengorbankan banyak kepentingan rakyat dan bertentangan dengan ajaran tauhid. Siatuasi ini membuat Mosye selalu tampil memanfaatkan keadaan dengan menyinggung masalah “perubahan zaman”; suatu masa ketika orang-orang fakir, pengangguran, dan wanita diusir dari tempat ibadah. Tidak hanya itu! Dengan dukungan wali Romawi, tempat ibadah juga diawasi para penjaga keamanan untuk mengusir sekelompok orang berpakaian lusuh model lama jauh di luar kota. Rupanya, mereka kerap menentang kebijakan para pengasuh tempat ibadah. Seiring dengan semakin banyak warga miskin yang meminta-minta di pintu gerbang Baitul Maqdis pada setiap Jumat, wali juga memerintahkan pemberhentian bantuan kepada mereka. Tertutup sudah pintu Baitul Maqdis bagi warga. Sayangnya, para pengasuh Baitul Maqdis juga tidak juga bicara barang sepatah kata. Desas-desus gunjingan lain menyangkut Hanna dan al- Isya. Tujuan sebenarnya untuk mematahkan kekuatan suami mereka. Gunjingan pun menyebar seolah-olah Imran dan Nabi Zakaria telah memberi hukuman kepada Hanna dan al-Isya. Atas semua kejadian inilah Hanna mengungkapkan isi hatinya kepada pohon-pohon zaitun yang ada di kebun halaman belakang rumahnya. Akhirnya, ia pun mendengar suara Merzangus yang mendekatinya. “Dengan siapakah Anda berbicara?” “Oh, kamukah Merzangus?” 100“Apakah pohon-pohon zaitun ini bisa mendengar Anda bicara?” “Tentu saja. Allah yang menciptakan pohon-pohon zatun ini, yang telah menciptakan Gunung Tur, dan juga seluruh penduduk Palestina pastilah mendengar suaraku.” “Mengapa Anda begitu sedih?” “Oh tidak... tidak ada apa-apa, anak kecilku.” “Anda adalah seorang wanita yang mulia, Ibunda Hanna. Anda menjamu setiap tamu yang datang mengetuk pintu, menafkahi anak yatim dan fakir-miskin, hormat kepada para alim, dan juga selalu menunaikan kewajiban kepada sanak-keluarga serta tetangga. Semoga Allah berkenan menghilangkan kepenatan di dalam hati Anda, mengabulkan segala doa yang dipanjatkan kepada-Nya.” “Ah, anak kecilku yang manis! Sungguh baik sekali perkataanmu!” “Saya sering membaca suhuf Nabi Idris bersama dengan Kakek Zahter pada malam-malam hari saat saya tidak bisa tertidur di tengah-tengah perjalanan di padang pasir. Dalam suhuf itu dijelaskan tentang para hamba yang terpilih. Mereka adalah para hamba yang cerdas, sederhana, namun kaya akan ilmu dan hikmah. Dan Anda dengan seizin Allah adalah salah satu dari mereka. Mohon Anda jangan terus bersedih!” “Apakah kamu bisa baca tulis Merzangus?” “Tentu saja. Saya bisa membaca dan juga menulis. Sedikit tahu geometri dan juga astronomi.” “Ah, Merzangus putriku! Sudah dua tahun para pemuka agama melarang wanita membaca kitab. Jangan sampai ada orang lain yang tahu kalau kamu bisa membaca dan menulis!” 101“Tapi, semua ini adalah hal yang sangat bodoh! Lucu! Mengapa wanita tidak boleh membaca kitab?” “Panjang sekali sejarahnya. Sudahlah, lupakan saja. Meski sebenarnya aku dan juga adikku, al-Isya, yang sedikit banyak telah menjadi penyebab larangan ini. Sudahlah…. ” “Bisakah begitu...? Memangnya apa yang telah Anda perbuat sehingga wanita sampai dilarang membaca kitab?” “Pada saat wali Romawi memberi perintah untuk didirikan patung Caesar di sebelah pintu selatan Baitul Maqdis di arah Damaskus, pada hari pendirian patung itu para wanita Palestina telah berkumpul di tempat yang akan didirikan patung untuk serempak membaca Taurat bab Puji-pujian Lautan’. Saat itu, para tentara mengusir paksa kami semua. Tapi, mungkinkah kami akan menuruti mereka untuk diam? Puji-pujian yang telah dibaca oleh Maryam, kakak perempuan Nabi Musa saat keluar dari Mesir, telah memberikan semangat kepada kami kaum wanita. Saat itu, Nabi Musa memukulkan tongkat dengan tangan kanannya sehingga terbuka jalan di tengah-tengah lautan untuk para hamba yang terzalimi. Kemudian, Firaun dan bala tentaranya mengejar dari belakang, sampai akhirnya mereka tenggelam ditelan lautan. Bisakah, kamu renungi bahwa kezaliman orang-orang Romawi sama dengan kisah ini? Karena itulah kami teguh membacanya dengan khusyuk. Sampai mereka pun mengecap aku dan juga al-Isya sebagai pemimpin kelompok penentang, pembuat kerusuhan.” Riang-gembira wajah Merzangus mendengarkan kisah sekelompok wanita yang berani menentang itu. Saat itulah ia mulai dengan keras melantunkan puji-pujian “Syair Lautan”. Tuhan telah menghantamkan kuda dan hewan tunggangan lainnya pada lautan, 102Pada hari itu Ia telah menyelamatkan Bani Israil dari tangan Firaun. Dan Allah adalah Zat Yang Mahaperkasa dari para hamba yang sombong, Sehingga kuda dan hewan tunggangan lainya dihantamkan pada lautan. Duhai Allah, Engkau Zat Yang Mahaagung dan Mulia, Perangilah orang-orang yang melawan-Mu, tunjukkanlah murka-Mu atas mereka... Hapuskanlah para zalim layaknya abu jerami yang lenyap terhempas angin, Pada hari itu air yang cair mengalir dipaksa tegak seperti dinding, Membeku dalam kedalaman hati lautan, Musuh berkata “Akan aku ikuti” Namun engkau mengembuskan angin sehingga lautan pun menyapu mereka! Lautan telah menyelimuti mereka! Riang hati Hanna dan Merzangus. Keduanya saling berpelukan. Hanna pun mengecup rambut Merzangus seraya berkata, “Bait puji-pujian inilah yang kami baca bersama-sama dengan sekelompok wanita. Dan sang wali telah mengecap kami sebagai pembangkang.” Saat itu keduanya kembali tertegun. “Awalnya, mereka mengumumkan bahwa pintu timur Baitul Maqdis akan ditutup sebagai hukuman. Tentu saja semua orang kaget. Kemudian, beberapa guru pesantren yang diketuai Mosye mencapai kesepakatan dengan sang wali. Entah apa yang telah mereka sepakati? Namun, di malam itulah semuanya mulai terjadi. Kaum wanita dihukum sebagai 103kelompok terlaknat, penentang. Mosye telah berkata kepada sang wali, Semua ini terjadi tanpa sepengetahuan kami. Mohon kami dimaafkan.’ Sang wali pun mengampuni dengan syarat kaum wanita dilarang masuk ke dalam masjid sebagai ganti penutupan pintu timur.” “Ah...,” kata Hanna melanjutkan. “Dan setelah itu kembali ada larangan bagi wanita untuk belajar dan pergi ke masjid. Bahkan, mereka mendatangi semua rumah satu per satu untuk mengambil semua buku yang ada. Sejak saat itulah kaum wanita Palestina dilarang untuk membaca dan menulis. Sekolah kaum wanita yang ada di Baitul Maqdis juga ditutup sejak saat itu. Bahkan, kami dilarang untuk sekadar menaiki tangga depan masjid. Jika engkau bertanya mengapa’ kepada para guru di Baitul Maqdis, mereka akan menjawab dengan berkata semuanya berada di bawah tanggungan mereka. Dan demi keselamatan al-Quds, kami pun diwajibkan diam dan tunduk.’ Padahal, kami adalah kaum yang telah berjanji untuk tidak tunduk kepada selain Allah. -o0o- 10411. Hnna Mengndng Kini hati Hanna yakin sudah bahwa dirinya telah mengandung. Benar-benar mengandung. Berisi. Benar-benar diberi amanah, Mengandung seorang bayi. Semua ini ternyata tidak seperti yang dipikirkan sebelumnya bahwa masa suburnya telah tiada. Ia pun berdoa dengan dengan ribuan pujian dan harapan kepada Tuhannya penuh dengan kekhusyukan. “Ya Rabbi! Jadikanlah bayi ini sebagai orang yang benar- benar merdeka, merdeka untuk hanya aku persembahkan kepada-Mu! Kabulkanlah doaku. Sungguh, Engkau adalah Zat Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Demikian doa Hanna meluapkan rasa syukur dan senangnya. Wajahnya kembali cerah, kedua tangannya gemetar penuh kegembiraan. Ia kembali terbayang masa-masa muda yang penuh dengan energi. Berlarilah dirinya ke segenap ruangan. Terbang bagaikan kupu-kupu. Segera ia gandeng tangan Merzangus untuk diajaknya berlari memberi kabar ke saudara perempuannya, al-Isya. Ia pun meluapkan kegembiraannya begitu mendengar 105berita itu. Bersama meluapkan kebahagian dan rasa syukur yang seketika mengubah suasana menjadi seperti hari raya. Terguyur hati mereka dalam hujan kebahagiaan. Sebagaimana adat penduduk Palestina pada umumnya saat dalam suasana bahagia, halaman depan pintu rumah diguyur dengan air segar. Tak lupa bersedekah berpiring-piring buah zaitun kepada para peminta-minta serta aneka macam makanan dan minuman kepada para mufasir. Aneka bunga-bungaan pun digantung di jendela rumah. Setiba di rumah, bagaimanakah dirinya akan memberi tahu kabar gembira ini kepada suaminya? Al-Isya mulai sibuk memasak berbagai macam makanan untuk merayakan kabar gembira yang akan diberitahukannya kepada sang suami. Sementara itu, Merzangus sibuk merias tangan Hanna dengan tinta inai dan menyisiri rambutnya dengan minyak asir. Sepanjang hari, orang-orang berkumpul untuk melantunkan dan mendengarkan puji-pujian di rerimbunan kebun zaitun. Mendapati suasana yang seperti itu, pepohonan zaitun yang telah lama menjadi sahabat sejati Hanna seolah-olah ikut bersuka cita dengan mengembuskan angin sepoi-sepoi. Semilir udara terasa.... Seolah-olah semua makhluk bergoyang satu sama lain ikut meluapkan kegembiraan. Langit dengan bumi, mentari dengan puncak gunung saat terbit, dedaunan dengan sesamanya, sayap burung-burung yang satu dengan yang lain. 106Seakan-akan seisi alam raya kembali hidup dengan titah Zat Yang Maha Menghidupkan telah bermandikan luapan cinta dan kegembiraan di halaman kebun rumah Hanna. “Apa?” tanya Imran. Ia berhenti meneguk sirup seraya meletakkan gelasnya di atas meja dengan keras. Batangan es yang memenuhi gelas pun terkoyak hampir tumpah. Berdetak kencang jantungnya. Tersentak hatinya mendengar kata-kata yang baru saja diucapkan istrinya. Seisi rumah pun ikut guncang.... “Apa? Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan?” “Aku bilang bahwa aku sudah mengorbankan bayi yang masih berada di dalam kandungan ini kepada Allah!” “Bukankah kamu sendiri sangat tahu apa yang dimaksud dengan mengorbankan anak untuk Allah, Hanna! Kamu adalah saudara perempuan, keturunan Harun. Dan kamu juga tahu dari apa yang telah ia ajarkan bahwa hanya anak laki-laki yang bisa dikorbankan kepada Allah. Lalu, dari mana kamu tahu kalau bayi yang ada dalam kandunganmu itu akan lahir laki-laki?” “Allah Maha Mendengar apa yang kita niatkan. Aku selalu berdoa agar lahir bayi laki-laki untuk aku korbankan di jalan- Nya.” “Ah, Hanna! Tidaklah baik tawar-menawar dengan Tuhan! Seharusnya kita memohon apa yang terbaik dari-Nya!” “Kamu memang selau begitu wahai Imran saudara Harun! Selalu saja kamu bicara keras kepadaku. Selalu saja kamu menganggap diriku sebagai orang yang yang salah dan kurang. Selalu saja bicaramu bernada membentak, menyalahkan.” 107Hanna pun menangis. Imran pun gemetar, takut telah berbuat yang melampui batas kepada Allah. Di samping itu, ia juga merasa sedih dengan perasaan penuh salah karena telah melukai hati istrinya yang telah bepuluh-puluh tahun merindukan seorang anak. Ia hanya mondar-mandir tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia memerhatikan berbagai macam makanan yang telah dihidangkan di meja, kemudian sesekali melihat ke arah istrinya yang telah berias sedemikian rupa namun kini sedang menangis pilu. Entah, siapa yang tahu seperti apa riang gembira hati sang istri karena menunggu kedatangan suaminya untuk memberi tahu berita gembira. Pedih ia melihat semua yang telah dilakukan. “Sungguhkah kata-kata itu terlalu keras?” Bagaimana kalau hati sang istri yang telah berpuluh-puluh tahun merindukan anak kini menjadi patah? Namun, bukankah ia harus lebih bersabar karena telah berjanji kepada Allah? Terdiam Imran untuk beberapa lama tanpa tahu apa yang harus dilakukan. “Janganlah engkau menangis, wahai istriku!” kata Imran seraya membelai rambut istrinya. Memerhatikan keadaan yang kurang mengenakkan, al- Isya segera mengajak Merzangus pergi. Membiarkan kedua suami-istri adalah hal yang terbaik dalam saat-saat seperti ini. “Ada apa dengan semua ini?” tanya Merzangus dalam kerdipan mata tak mengerti. Mengapa semua orang tidak bahagia? 108“Sungguh, Allah adalah Zat yang tak pernah habis dengan rahmat. Ia pasti akan mencintai dan melimpahkan rahmat- Nya kepada para hamba yang jujur dan bertakwa. Karena itu, janganlah kamu bersedih hati, wahai putriku. Sungguh, Imran dan Hanna adalah orang yang jujur dan bertakwa. Semoga Allah berkenan melimpahkan rahmat kepada mereka dan juga kita,” jawab al-Isya. -o0o- 10912. Susna Hti Imrn Remuk serasa hati Imran saat itu. Setelah berpuluh-puluh tahun lamanya, berita suci yang ia dengar adalah istrinya mengandung bayi! “Segalanya datang silih berganti. Mungkin inikah penyebab gundah hati yang aku rasakan?” demikian pikirnya. Kegundahan yang susah dipilah, sesusah dua bangsa yang saling bercerai oleh tekanan politik Romawi. Belum lagi perpisahan dengan Nabi Zakaria karena desas-desus yang berkembang belakangan. Hatinya juga merintih pedih berharap dikarunia seorang anak. Namun, hal ini sekali pun tidak pernah ia ceritakan, baik kepada istrinya maupun kepada yang lain. Di samping itu, semua isyarat tertuju kepada Hanna dan al-Isya, orang-orang yang mandul karena terlaknat’. Dalam keadaan seperti ini, berita soal Hanna yang sedang mengandung sesungguhnya adalah hadiah agung dari Yang Maha Pengasih. Sungguh, hati Imran telah koyak seperti bulu-bulu domba yang disamak menjadi benang. Terlintaslah kata-kata Zahter beberapa saat sebelum wafat, “Teruslah bertawakal kepada 110Allah. Sungguh telah dekat kedatangan berita gembira’ tentang sang pembawa kabar gembira’.” Atau jangan-jangan? Jangan-jangan bayi yang akan lahir ini adalah...? Atau, jangan-jangan, kehamilan dan kata-kata istrinya untuk mengorbankan sang bayi kepada Allah adalah tanda semakin dekat kedatangan “sang utusan”, “pembawa berita gembira”? Namun, menurut Imran, pemikiran itu hanya kondisi psikologis seseorang yang berada dalam tekanan karena sedang menantikan kedatangan seorang penyelamat. Lintasan ini kembali ia pertanyakan kepada dirinya sendiri. “Kerusakan segala tatanan di al-Quds, para perampok yang merajalela, dan sepuluh perintah Tuhan yang telah hilang telah membawamu pada pemikiran yang seperti ini, wahai Imran. Engkau pun seperti seorang ibu yang sudah renta dan mulai mengharapkan kedatangan seorang penyelamat.” Keadaan setiap orang yang berada dalam keputusasaan, kegagalan, kepenatan, porak-poranda, tatanan yang dijajah orang-orang bengis. Sebelumnya, ia akan berdiam diri dan kemudian mulai mengharapkan kedatangan seorang penyelamat dari langit. “Mungkinkah keadaan seperti ini juga?” kata Imran dalam hati. Demikian ia mulai berusaha menegakkan kembali pilar-pilar keteguhan jiwanya. Sebagai seorang yang bertawakal, bukan tugasnya untuk menantikan kedatangan seorang penyelamat, melainkan meneguhkan 111kembali penghambaannya dengan berupaya mulai menyelamatkan diri, keluarga, dan kerabat terdekatnya. Ia paham akan hal ini dan juga mengerti bahwa makna dan nilai kehidupan akan dilihat dari ikatan penghambaan seorang manusia. Saat dirinya mencoba membungkam desas-desus yang selalu berbisik, semangat yang meluap-luap dalam sebuah penantian di dalam jiwanya tak ia bisa mungkiri. “Berita gembira akan kelahiran seorang bayi,” katanya dalam suara lirih. “Kedatangan berita akan menjadi seorang ayah’ di saat usianya sudah lanjut,” katanya mencoba menenangkan diri dari gejolak di dalam jiwanya. Berjalan dan terus berjalan mengitari ruangan saat semua ini terlintas di dalam pikiran Imram. “Ah...,” katanya. “Hanna, engkau terlalu tergesa-gesa!” Bahkan, Hanna telah juga mengundang para dukun bayi terkenal dengan sebutan “tujuh dukun bayi al-Quds” ke rumahnya. Ia juga memberi tahu kepada mereka tentang kehamilannya. Bahkan, mereka juga membenarkan kehamilan itu setelah diperiksa. Tidak luput dari doa, pujia-pujian, dan membakar tembakau daun zaitun sebagai perayaan kegembiraan. Sebagai adat, setiap anak yang dikorbankan untuk Allah, nama panggilannya akan diberitahukan kepada Baitul Maqdis lewat “para dukun bayi”. 112Hanya saja, adat yang berlaku selama ini adalah untuk anak laki-laki. Jika seorang bayi laki-laki terlahir dan seorang ibu ingin mengorbankannya kepada Allah, dukun bayi yang memotong tali pusarnya akan mendaftarkan namanya kepada Baitul Maqdis. Sementara itu, anak perempuan tidak bisa dikorbankan. Setiap anak yang dikorbankan untuk mengabdi di masjid akan mendapatkan pembinaan disiplin dan penempaan isik yang sangat berat. Karena itu, anak-anak perempuan diyakini tidak akan kuat karena secara isik sangat lemah. “Ahh...,” kata Imran. “Istriku, sungguh dirimu terlalu tergesa-gesa! Apa jadinya kalau yang lahir bukan bayi laki- laki? Apa yang akan dikatakan para pemuka Baitul Maqdis yang selama ini telah bersepakat melawan kita? Pastilah hal ini hanya akan mengundang kebencian baru. Apalagi, selama ini mereka memang mencari-cari alasan untuk merendahkan martabat kita.” -o0o- 11313. Susna Hti Hnna Hanna mengurung diri di dalam kamar yang lain untuk beberapa lama. Bayi yang ada dalam kandungannya tidak lain tidak bukan adalah anugerah dari Allah. Bayi yang lahir pada usiannya yang sudah begitu senja tentu harus dikorbankan di jalan-Nya... Bukankah ini adalah pengungkapan rasa syukur yang terdalam bagi seorang hamba yang selama berpuluh-puluh tahun merindukan seorang anak? Bukankah pengungkapan syukur yang sebenarnya, pemujaan yang sesungguhnya, persembahan yang paling mulia, adalah bayi yang ada di dalam kandungannya? Lebih dari itu, tidakkah hal itu semestinya akan membuat bahagia suaminya yang setiap kali mengingatkan bahwa “engkau telah menjadi budak perasaan untuk meminta?” Jadi, meski selalu memohon, ia juga akan mengembalikan bayi ini kepada Allah. Allah Mahatahu. Sepanjang hidupnya, Hanna hampir selalu berdoa untuk dikaruniai seorang anak. Pada saat inilah Hanna akan mendapati “ujian meminta” untuk mengorbankan “apa yang diinginkan” di jalan yang sesuai dengan keinginan- Nya. 114“Segala puji aku haturkan kepada-Mu, wahai Tuhan yang menjadi tempat meminta segala permintaan. Puji syukur aku haturkan kepada-Mu yang telah mengabulkan apa yang aku minta selama berpuluh-puluh tahun ini. Kini, aku pun ingin mengorbankan “apa yang sangat aku inginkan itu” ke jalan- Mu. Mohon berkenan Engkau kabulkan pengorbananku ini!” Tidak ada nikmat kemuliaan di dunia ini yang setimpa, seimbang, dan seberat keinginannya untuk memiliki seorang anak. Menjadi seorang ibu jauh lebih ia inginkan daripada semua kenikmatan dunia yang lainnya. Namun, sebagaimana akhlak setiap hamba yang bertakwa, ia juga kadang merasa takut dengan dirinya sendiri. Takut karena terlalu menginginkan sesuatu. Keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang ibu telah melekat, mengikat segala sendi kehidupan. Padahal, bagi seorang hamba yang mengharapkan rida Allah, setiap jenis kecanduan, keterikatan, dan keinginan masing-masing adalah penghalang dalam penghambaan kepada Allah. Padahal, bukankah seharusnya setiap hamba memangkas segala bentuk keterikatan, keinginan, dan kecenderungan dari selain kepada-Nya untuk dapat mencapai kedekatan kepada Allah? Hanna merasakan bahwa segala bentuk keinginan, kecenderungan, dan kedekatannya kepada dunia ibarat rantai yang melilit, menjerat dirinya. Sungguh benar juga apa yang dikatakan sang suaminya. Ia hampir terpenjara, terlilit erat oleh keinginannya yang kuat untuk memiliki seorang anak. Padahal, di antara dirinya dengan Allah telah terjadi perjanjian tauhid. Sebuah keterikatan yang tidak bisa dicapai dengan hasrat dan keinginan, tapi dengan kesadaran, yaitu penghambaan. Sebuah keterikatan yang juga merupakan 115deklarasi untuk meninggalkan segala bentuk keterikatan dan hasrat duniawi lainnya. Sebuah perjanjian penghambaan. Dan pengorbanannya ini adalah untuk memangkas segala rantai- rantai pengikat dunia, untuk menjadi hamba yang merdeka, untuk membebaskan ruhnya dari segala jeratan. Mengorbankannya akan menjadikan dirinya sebagai hamba yang merdeka dari keinginan yang menjeratnya. Dengan demikian, ia korbankan juga kepada Allah bayi yang menjadi satu-satunya keinginannya di dunia. “Duhai Rabbi, terimalah persembahanku,” katanya sembari bersujud. Pengorbanannya ini telah membuatnya merdeka, menjadi hamba yang semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini, satu-satunya orang yang paling bisa memahaminya adalah Nabi Zakaria suami adiknya. Bukankah dia sendiri yang telah menjadi perawat para kurban pesembahan kepada Allah di Baitul Maqdis? Bukankah dia yang memegang kunci-kunci Betlehem? Bukankah dari Nabi Zakaria pula ia mendengarkan pemahaman ajaran akan pengorbanan? “Bukanlah daging,darah,maupun tulang-tulangkurbanmu yang akan mendekatkanmu kepada Allah, melainkan kesadaranmu untuk menghamba, untuk rida kepada-Nya.” Bukankah demikian yang dikatakan Nabi Zakaria? 116Berkurban merupakan wujud rasa syukur kepada yang dipersembahkan, ungkapan terima kasih terbaik kepada Zat Yang Maha Memberi. Oleh karena itulah… oh, oh…. Tidak! Memang tidak mungkin Hanna bersikap pelit. Tidak mungkin pula ia hitung- hitungan, tawar-menawar dalam hal ini. “Ya Rabbi, aku berkurban kepada-Mu dengan apa yang terbaik yang ada pada diriku, dengan berkurban bayi yang akan terlahir dari kandunganku untuk mengabdi di jalan-Mu.” -o0o- 11714. elairn Marym “Tidak mungkin mendapati dua kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan, dua musim semi yang datang silih berganti,” demikian dikatakan para wanita Palestina pada masa lalu. Saat sedikit saja bahagia, selanjutnya akan datang kesedihan sebagai ujian. Oleh karena itu, mereka takut tertawa lepas dengan menunjukkan gigi. Mereka juga paham bahwa setiap tangisan akan diiringi kedatangan senyuman. Demikianlah pola kehidupan orang-orang di Palestina. Begitu pula kehidupan seorang Hanna. Sampai sudah di bulan ketujuh kehamilannya. Tubuhnya makin kepayahan. Menjadi seorang ibu di usia yang sudah menginjak senja membuatnya sampai tidak dapat keluar rumah. Untung saja ada Merzangus dan al-Isya. Keduanya selalu membantu dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-harinya. Bahkan, mereka tidak membiarkan Hanna menyentuh air dingin. Keduanya juga telah melakukan berbagai persiapan menjelang kelahiran. Merajut dan memintal benang adalah adat penduduk Palestina. Berbagai macam pakaian untuk 118sang bayi yang akan lahir pun tersedia. Setelah lahir sampai dapat duduk dan berdiri dengan lancar, anak akan tinggal bersama Hanna. Setelah itu, seabagaimana anak-anak lain yang telah dikurbankan, ia akan diserahkan kepada Baitul Maqdis. Setelah tinggal di sana sampai di usia dewasa, ia akan memutuskan sendiri untuk memilih tinggal bersama keluarganya atau tidak akan kembali lagi untuk melanjutkan mengabdi sambil belajar. Merzangus selalu memilih warna biru. Ia membuat sarung tangan bayi, penutup kepala, dan popok serbabiru, seraya mulai menghitung hari kelahiran. Merzangus juga menggambar bintang-bintang di langit dengan satu bintang paling besar dan bercahaya. “Lihat, bintang ini adalah kamu!” katanya nanti kepada sang bayi yang akan lahir. Sementara itu, al-Isya meminta dibuatkan buaian dari kayu kepada suaminya, Nabi Zakaria, untuk sang kemenakan yang akan segera lahir. Semua orang sibuk… semua orang gembira dalam penantian. Tiba-tiba berita duka membuat Hanna terpuruk. Teman hidupnya, tiang rumah tangga, pintu, sandaran, dan penopangnya, Imran sang suami, wafat. Suatu hari, wajah Merzangus terlihat begitu pucat. Ia berlari kencang dari pasar untuk segera menuju rumah. Sesampai di rumah, setelah terdiam untuk beberapa lama menatap Hanna yang sedang berdiri tepat di pintu rumah, ia langsung jatuh pingsan. 119“Hah, Merzangus pingsan!” Hanna pun segera pergi ke dapur untuk mengambil air dingin. Ia ingin membasuh muka anak itu agar segera siuman. Namun, baru sampai di pintu rumah dengan gayung berisi air, ia melihat rombongan dengan kereta kuda. Ham, Sam, Yafes, ketiga darwis sahabat Zahter, telah membawa jenazah Imran dengan membaringkannya di atas kereta kuda. “Demi Allah, katakan apa yang telah terjadi? Imran selama ini tidak pernah tidur di waktu siang hari. Dan lagi, mengapa dia dibawa dengan kereta kuda ini? Mengapa para darwis ini turun dari Bukit Zaitun meninggalkan tempat uzlahnya? Dan lagi mengapa Zakaria ikut datang juga? Apa yang telah terjadi dengan semua ini? Mengapa dia tampak pucat menundukkan wajah? Al-Isya juga mengenakan pakaian serbahitam? Mengapa... mengapa? Apa yang sebenarnya telah terjadi!?” Semua pertanyaan dan kekhawatiran terus membanjiri, seolah-olah seisi kota al-Quds mengguyur isi pikirannya. Mengapa orang-orang berduyun-duyun datang ke sini? Mengapa para tetua juga ikut berkumpul di rumahnya? Jangan… jangan, mereka jangan ke sini! Biarlah mereka pergi meninggalkan rumah ini… biar Imran kembali bangkit dari atas kereta kuda. Biar Imran tidak mati. Biar Imran menjadi seorang ayah...! “Ah, Imran saudara Harun! Kehidupanmu selalu begitu. Telah datang perintah dari Zat Yang Mahakuasa sehingga engkau pun pergi tanpa memberi tahu siapa saja sebelumnya. Ah, Imran saudara Harun! Engkau pergi tanpa melihat anakmu, tanpa membelai dan mencintai anakmu. Pergi sejauh-jauhnya ke tempat yang telah dituliskan.” 120Demikianlah keadaan Hanna. Ia terus bicara tanpa sadar mana yang sungguhan dan mana yang igauan. Genap lima belas hari ia terbaring dalam suhu badan yang sangat tinggi tepat setelah mendengar berita kematian suaminya. Pudar sudah suasana di dalam rumahnya. Tirai kain berwarna abu- abu menutupi seluruh ruangan. Gelap, menghitam sudah awan di atas taman zaitunnya. Pohon-pohon pun ikut menangis dalam kepedihannya. Dalam keadaan seperti itu, Hanna terus bersedih karena khawatir kehilangan buah hati yang masih berada di dalam kandungannya. Tujuh dukun bayi yang sebelumnya memeriksa kandungannya dan mendapati sang bayi dalam keadaan sehat kini telah terselimuti perasaan khawatir. Mereka takut sang bayi tidak bergerak dan berhenti bernapas karena ikut merasakan kepedihan. Tidak ada tanda-tanda janin bergerak di dalam kandungan Hanna. Lebih dari satu jam. Belum juga lahir ke dunia, sang bayi sudah tak punya seorang ayah yang akan menopang kehidupannya. Belum juga lahir, sang bayi sudah bersandar pada dinding tak berayah yang begitu dingin dan membuatnya menggigil. Setelah sepuluh hari, Hanna kemudian bangkit dari kesedihan. Bangkit dari rasa pedih yang membuatnya sangat terkejut atas kepergian sang suami. Pada malam hari menjelang pagi, jeritan terdengar memecah telinga. Darah mengucur deras. Merzangus dan al-Isya yang tidur di samping Hanna segera bangun untuk mencari kain guna menghentikan pendarahan. Namun, seluruh upaya yang mereka lakukan sia-sia. Darah mengucur dengan begitu deras. 121Merzangus segera berlari memanggil salah satu dari tujuh dukun bayi yang paling dekat rumahnya. Langsung saja ia ketuk pintu yang seolah-olah dengan kepalan tangan. Saat pintu terbuka dengan keras, seorang nenek bernama Murver menghampiri. Nenek yang sudah lanjut usia dan bungkuk jalannya itu pun segera mengambil alat sebisa yang ia bawa. Keduanya berjalan dengan cepat menembus keheningan malam, kencang menuju rumah Hanna. Saat itulah mereka melihat rumah itu memancarkan cahaya. Setiap tempat gelap gulita, jalan-jalan setapak, gang-gang, bahkan daerah di sekitar permukiman terang benderang. Padahal, mentari masih lama terbit. Namun, cahaya terang yang terpancar dari rumah Hanna laksana mentari yang baru saja terbit. Nenek Murver pun mengangkat pandangannya ke arah langit. “Allah adalah wakil kita!” katanya seraya terus berjalan masuk ke dalam rumah. “Atas izin Allah, telah lahir bayi perempuan. Semoga Allah menjadikanya sebagai anak mulia!” kata Murver seraya membalut bayi yang baru lahir dengan kain. Saat Hanna sedang dalam suasana yang begitu perih, kepedihannya semakin menjadi saat mendengar bayi yang dilahirkannya adalah perempuan. Sebelumnya, ia telah berniat mengorbankan anaknya kepada Allah sehingga berharap yang lahir adalah anak laki-laki. “Ah! Ya Rabbi!” jeritnya pedih. Teringatlah apa yang dikatakan oleh Imran kepadanya. “Ya Rabbi! Sungguh, Engkau telah melahirkannya sebagai bayi perempuan saat diriku menantikannya sebagai bayi laki- laki.” 122Sementara itu, al-Isya yang menunggu di ruangan tempat kelahiran menimpali dengan berkata, “Puji dan syukur kita haturkan kepada Allah yang telah melahirkannya. Pasti Dia mengetahui apa yang seharusnya terjadi. Coba lihat, betapa cantik bayimu. Lihatlah, pasti kamu tidak akan mau lagi berpisah darinya.” Menangis Hanna sembari mendekap bayi yang baru saja dilahirkannya. Allah pasti Maha Mengetahui. Pasti Dia tahu bahwa bayi ini akan dikurbankan. Meski demikian, “Perempuan tidaklah seperti laki-laki. Ia lebih lemah secara isik. Tentulah ia tidak akan bisa mengabdi di masjid sekuat kaum laki-laki,” kata Hanna dalam hati seraya terus memikirkan apa yang akan terjadi. Dirinya telah salah mengira. Memang benar bayinya perempuan. Dan memang, perempuan tidak sama dengan laki-laki. Namun, bayi perempuan ini akan melakukan kebaikan yang tidak dapat dilakukan kaum laki-laki. Hanna belum mengetahui hal itu. Seandainya saja yang lahir adalah bayi laki-laki, pasti ia tidak akan mampu mengabdi sebagaimana jika yang terlahir perempuan. Hanna tidak tahu semua itu.... Hanna juga belum tahu kalau Zat Yang Maha Mencipta telah menghendaki bayi perempuan. Bayi yang baru saja lahir itu akan menjadi seorang ibu yang sangat penyabar, tabah, dan penuh keteguhan. Seorang ibu yang akan melahirkan seorang putra bernama Isa yang akan menyeru kepada seluruh dunia dengan ajarannnya. Seolah-olah ribuan lilin serempak dinyalakan dan ruangan menjadi begitu terang. Tidak hanya itu, harum semerbak wewangian juga tercium begitu memesona oleh setiap orang 123yang ada. Jelas tercium wangi bunga mawar segar, melati, mint, cengkih, dan oregano. Kening sang bayi juga begitu terang memancar laksana permata. Ia tersipu dengan senyuman maknawi yang mengembuskan ketenangan penuh makna. Begitu lain dibanding bayi pada umumnya. Merzangus juga terpana memerhatikan wajah mungil bayi yang akan menjadi teman dekatnya. Ia perhatikan bayi itu seolah-olah tersenyum dengan sisih waja yang kanan dan menangis pada sisi wajah yang kiri secara bersamaan. Mungil kedua tangannya, bergerak-gerak mencoba menggapai udara kosong yang ada di atasnya. Hanna berusaha mengumpulkan seluruh tenaganya untuk duduk bersandar di pembatas ranjang. “Ya Rabbi! Aku beri nama bayi ini Maryam. Aku berharap Engkau berkenan melindunginya dan keturunannya dari setan yang telah dihardik!” katanya. Hati Merzangus terasa begitu berdebar. Maryam adalah nama paling baik untuk diberikan kepada seorang bayi. Maryam bermakna seorang hamba yang tekun beribadah, tekun menghamba kepada Allah, dan juga berarti seorang perempuan yang begitu rajin bekerja. Maryam juga nama kakak perempuan Nabi Musa. Ibundanya yang bernama Hani telah mengutus Maryam agar Musa yang masih bayi dialirkan pada sungai dengan sebuah peti kayu. Sepanjang sungai ia mengikuti laju adiknya. Dengan penuh kehati-hatian, ia mengikutinya. Dan memang, ia adalah seorang yang cerdas dan cekatan. Begitu mendapati aliran peti kayu yang berisi bayi adiknya melaju ke kolam istana Firaun, segera Maryam bersembunyi di balik semak- semak. Kemudian, ia mendapati istri Firaun yang bernama 124Asiyah begitu bahagia mendapati bayi adiknya. Bahkan, ia juga mendengar Asiyah memang menginginkan seorang ibu untuk menyusui bayi yang didapatkannya. Tidak hanya itu, Maryam juga telah menjadi perantara agar ibundanya dapat datang ke istana untuk menyusui adiknya dengan air susu ibundanya sendiri. Demikianlah seorang Maryam. Ia begitu cerdik, cekatan, rajin, cerdas, pemberani, dan suka berkorban. Inilah silsilah Maryam ayahandanya bernama Imran, putra Masan, putra Yasyham, putra Amun, putra Minsya, putra Hazkiya, putra Ahaz, putra Yusam, putra Azriya, putra Yawsy, putra Ahzihu, putra Yaram, putra Yah Afas, putra Asa, putra Abya, putra Rahba’am, putra Sulaiman , putra Daud ... Ketika masih dalam kandungan, Maryam adalah seorang yang telah dipanjatkan doa kepada Allah agar terlindungi dari kejahatan setan. Dan benar, para alim pada masa-masa kemudian telah menjadi saksi kalau Maryam adalah seorang yang terlindungi dari setan dan kenistaan. Para alim di masa setelahnya pun telah membubuhkan catatannya demikian “Tidak ada satu bayi pun yang terlahir di dunia ini tanpa disentuh oleh setan. Karena disentuh setan, setiap bayi menangis. Namun, Maryam dan putranya Isa adalah terkecuali.” Bagaimanakah garis takdir seorang bayi? Bagaimana Tuhan menetapkan garis takdir pada seorang bayi yang diciptakan dari setetes air yang kemudian dibentuk 125menjadi embrio, dibentuk lagi dengan kerangka, daging, dan otot-otot sehinga menjadi bentuk yang sempurna? Tentu saja ini pertanyaan yang berat. Para alim yang lain juga menuliskan tentang sosok Maryam yang tidak tersentuh oleh setan sebagai berikut. “Ketika seorang bayi masih berada di dalam kandungan, malaikat bertanya kepada Allah untuk ditulis seperti apa garis takdirnya? Allah memerintahkan malaikat melihat ke arah kening ibundanya. Malaikat pun memerhatikan kening ibundanya yang terdapat catatan dan tampak bercahaya. Dari catatan itulah bentuk rupa sang anak di masa mendatang, ajal, kebahagiaan, dan kesedihan yang akan dialaminya terlihat satu per satu. Saat itulah malaikat meminta malaikat yang lain mencatat apa yang telah dilihatnya. Pada catatan itu pula malaikat membubuhkan tanda bahwa catatan tersebut dengan seizin dan perintah Allah dapat diubah di waktu kemudian. Setelah itu, hasil catatannya distempel dan ditempelkan di kening di antara kedua mata sang bayi. Saat bayi dilahirkan ke dunia dari rahim ibundanya, ada malaikat bernama Zajir yang mendekapnya. Dekapan itulah yang membuat setiap bayi menangis saat dilahirkan.”* Ada satu kalimat kunci tentang Maryam dan garis takdir yang telah ditetapkan kepadanya, yaitu “ia telah dikurbankan”. 126Ya, Maryam telah dikurbankan. “Kurban, nazar” sebenarnya janji untuk melakukan sesuatu padahal tidak diwajibkan kepadanya. Kalimat kunci kedua tentang Hanna dan Maryam adalah “mereka menjadi sosok merdeka”. Kata “merdeka” sangat lekat pada diri Maryam. Hal ini menunjukkan bahwa ia merdeka dari tipu daya dan nafsu dunia sepanjang kehidupannya. Kata “muharraran” yang berarti merdeka, diputusnya jeratan tali yang membelenggu yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjadi budak. Jika masdarnya “tahrir”, berarti juga menuliskan, membubuhkan ke dalam kitab. Karena itulah Maryam adalah sebuah kitab yang lahir dari ibundanya. Terbebas Maryam dari semua jeratan. Saat belum dilahirkan ke dunia, ayahandanya telah tiada. Saat setelah kelahirannya pun ia mendapati ibundanya yang telah sakit. Satu pekan setelah kelahiran, pendarahan yang dialami Hanna semakin menjadi. Saat itulah, ketika al-Isya sedang kembali ke rumahnya untuk mencuci pakaian, Hanna mengambil kesempatan untuk memanggil Merzangus ke sampingnya. “Datanglah kemari wahai anakku yang baik!” “Ibundaku, Hanna! Bagaiamana keadaanmu hari ini, semakin membaikkah?” “Wahai anakku yang manis! Kamu kini telah menjadi anak yang lebih dewasa. Maryam juga nanti akan memanggilmu kakak. Sekarang, aku mau bicara sesuatu, tapi kamu jangan merasa takut!” “Ada apa, Ibunda?” “Kini, kamu sudah lebih dewasa, sudah menjadi kakak!” 127“Ibunda Hanna! Mengapa Anda bicara begitu? Kita akan bersama-sama membesarkan bayinya. Kalau Ibunda bicara seperti itu, tentu saja saya merasa sangat takut.” “Tidak ada yang perlu ditakuti, wahai anakku yang manis! Kemarin malam aku bermimpi bertemu dengan Imran, Merzangus. Aku sangat merindukannya sehingga aku pun berlari menemuinya. Mengapa kamu tidak lagi mengunjungi rumah kita,’ tanyaku kepadanya. Ia pun menjawab, Setelah amanahnya kamu serahkan, justru akulah yang menunggumu untuk datang ke sini besok malam.’ Kemudian, ia memanggilku dengan suara keras, Wahai saudara perempuan Harun,’ katanya sembari menggeleng-gelengkan kepala dan tertawa. Jangan sampai lupa menyerahkan amanahnya,’ katanya mengulangi lagi pesannya.” “Baiklah, Ibunda Hanna. Jangan bunda paksakan. Kita tunggu al-Isya datang. Ia yang lebih tahu tabir mimpi ini. Semoga baik apa yang akan terjadi.” “Merzangus, jangan berpura-pura tidak tahu. Aku sudah lagi tak bertenaga. Tidak ada lagi waktu yang tersisa. Aku tidak bisa menunggu sampai al-Isya datang. Tolong bantu aku untuk bersandar. Tolong juga selimuti Maryam, kita berangkat ke masjid sekarang!” “Tapi, sama sekali tidak ada kain selimut. Al-Isya sudah membawa semuanya untuk dicuci. Sekarang Maryam hanya mengenakan kain tipis di buaian. Kita tidak bisa membawanya keluar tanpa selimut.” “Ambil saja baju jubahku di sana. Selimuti bayinya dengannya!” Meski telah berusaha keras menghalang-halangi, Hanna tetap kukuh untuk melakukan sesuatu. Dengan bayi yang 128diselimuti jubah dan tubuh yang sempoyongan, Hanna membawa Maryam ke masjid dalam dekapannya. Sesekali Hanna terpaksa harus beristirahat untuk beberapa lama... dan sesekali pula ia memberikan bayinya kepada Merzangus... Sementara itu, pendarahan yang dialami Hanna kian menjadi. Seakan-akan jalanan dari rumah hingga ke masjid dipenuhi darah. Tidak tersisa lagi tenaganya. Ia pun lemas bersandar pada sebuah tangga masjid. Para penjaga masjid pun berlari menujunya. Mereka berteriak-teriak keras. Beberapa orang lainnya membunyikan terompet dengan keras. Mereka melarang wanita memasuki masjid. Karena gaduh, para pengasuh pun berdatangan. Mereka tercengang melihat Hanna yang bersimbah darah membawa bayi yang diselimuti jubahnya. Hanna dan Merzangus pun lebih tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi. Dengan sedikit tenaga yang masih tersisa, Hanna memegang bayinya seraya berkata, “Bayi ini telah aku kurbankan kepada Tuhan untuk menjadi anak yang merdeka, terbebas dari segala belenggu dan jeratan dunia. Namanya Maryam,” katanya, dan kemudian jatuh tersungkur seketika. Imran dan istrinya, Hanna, wafat silih berganti. Al-Quds pun guncang mendapati berita berkabung ini. “Anak adalah rahasia sang ayah,” demikian kata para leluhur. Demikian pula dengan Maryam. Karena ayahandanya orang yang mulia, para pangasuh masjid pun langsung menerimanya dengan penuh hormat. Kini, sudah tiada lagi yang tersisa selain bayi berselimut jubah yang telah diserahkan kepada masjid agar kenangan dari Imran tetap hidup. Seorang bayi dari keturunan Bani Masan yang bernama Maryam. 129Dialah bayi yang ayah maupun ibundanya keturunan Nabi Harun dan kini terbaring sendiri, ditinggalkan di atas tangga menuju masjid. Sang ibunda telah menyerahkan bayinya untuk dibimbing dalam ketaatan beribadah, belajar. Ayahandanya adalah Imran bin Masan, seorang alim yang paling terkemuka sehingga semua orang pun berebut untuk dapat menjadi wali asuhnya. Bahkan, beberapa orang yang telah dengan sembunyi- sembunyi menentang Imran saat dirinya masih hidup ikut saling berebut untuk dapat menjadi wali asuhnya. Iya, mereka tahu, siapa yang mengasuh bayi ini akan mendapati kemuliaan dan kehormatan, bahkan sejak sebelum dilahirkan . Demikianlah, Allah dengan kuasa-Nya telah menjadikan hati mereka cenderung mengasihi dan menyayangi seorang bayi bernama Maryam. Sama keadaannya dengan kisah Nabi Musa yang mendapati perlindungan di dalam istana, yang bahkan seorang Firaun pun cenderung mengasihinya. Begitulah kuasa Allah. Seorang yang berhati baja sekali pun dapat tiba-tiba menjadi lembut sehingga sang bayi dapat bertakhta di dalam hatinya.... -o0o- 130ha15. Pengsuh Marym Pada saat Maryam diserahkan, di Baitul Maqdis sudah ada empat ribu anak yang sama seperti dirinya. Mereka semua diserahkan untuk mengabdi di jalan Allah. Seluruhnya laki- laki. Setelah mulai dapat bicara, mereka diserahkan untuk disertakan dalam pendidikan di masjid. Ini berbeda dengan Maryam. Selain wanita, ia masih seorang bayi yang baru dilahirkan. Dirinya butuh wali untuk mengasuhnya sebelum dapat memulai pelajaran dan pendidikan di masjid. Pada saat itulah Nabi Zakaria berbicara dengan tegas. “Diriku menikah dengan bibi bayi yang telah dikurbankan ini. Oleh karena itu, dirikulah yang berhak menjadi walinya,” katanya dengan suara lantang sembari menuruni tangga di pintu masuk Baitul Maqdis. Namun, ketika Nabi Zakaria hendak mengangkat sang bayi, tiba-tiba ada seorang dari salah satu guru telah menghalang- halanginya dengan bersuara lantang pula. “Kami juga ingin menjadi wali asuh bayi mulia yang telah dikurbankan di jalan Allah ini. Anda tidak bisa mengasuhnya begitu saja! Kita harus adakan undian sehingga semua orang akan rela dengan hasilnya!” 132Ketika terdengar seruan untuk berbuat kebaikan yang seperti ini, semua guru juru tulis langsung beramai-ramai berebut untuk ikut melemparkan pena mereka ke dalam sungai. Barang siapa yang penanya tidak tenggelam, dirinyalah yang akan berhak menjadi orangtua asuh Maryam. Demikianlah adatnya... Mereka pun semua mengumpulkan pena kayu kepada seorang santri yang belum balig yang juga telah dikurbankan di jalan Allah. Dengan iringan doa dan puji-pujian, semua pena yang terkumpul akan dibawa ke pinggir sungai Yordan untuk diundi. Satu, dua, tiga, empat, lima.... Genap empat puluh pena. Dan keempat puluh pena itu menginginkan menjadi orangtua asuh Maryam… menginginkan untuk menjadi walinya. Sungguh, inilah kuasa Ilahi. Semua orang berlomba menerima kehadiran Maryam. Kedua mata Merzangus pun berkaca-kaca saat menyaksikannya. Kuasa Zat yang telah membolak-balikkan hati sehingga yang tadinya keras membatu kini menjadi lembut, berbalik menyayangi Maryam. Demikianlah, perlombaan untuk menyayangi Maryam terjadi di pinggir sungai Yordan. “Oh... sungai,” kata Merzangus. “Sungguh engkau seperti garis takdir yang membedakan antara yang benar dan yang salah, serigala dan domba.... Entah siapa yang tahu telah berapa banyak kejadian yang telah engkau saksikan hingga saat ini? Berapa banyak yang telah engkau telan ke dalam banjir aliran airmu? Berapa banyak yang engkau belai dengan embus angin sejuk menyegarkan dari permukaan airmu sehingga mereka pun mendapatkan kedamaian, kenyamanan, meski tidak ada pula yang tahu 133entah berapa orang yang engkau tenggelamkan hingga ke dasar aliranmu?” Oh sungai...! Sungai yang berambut panjang! “Oh sungai! Engkaulah yang telah menggenggam perintah Allah sehingga taat untuk meluap maupun menyurut, taat untuk menenggelamkan maupun mengangkat sesuatu, dan taat pula untuk memilih pena para juru tulis itu?” Jika Maryam yang masih bayi diberikan kepada al-Isya, bukankah memang dirinya yang paling tepat dan paling mulia untuk mengasuhnya? Namun, mengapa mereka yang menghardik dan menyakiti kedua orangtua Maryam saat masih hidup kini berbalik merasa memiliki hak untuk mengasuhnya? Mungkinkah hal ini terjadi? Benar, semua ini sedang terjadi. Namun, Merzangus seakan masih belum mampu mencernanya. Memahami penerimaan semua orang kepada Maryam yang akan menjadi kesaksian penting dalam kehidupannya kelak di masa mendatang. Perlombaan untuk menjadi orangtua asuh menandakan bahwa “mereka menerima Maryam sebagai bayi yang baik.” 134Tibalah saatnya untuk melempar pena ke dalam sungai. Semua pena tenggelam, kecuali satu. Tiga puluh sembilan pena tenggelam ke dasar sungai, kecuali satu. Dan pena itu atas kehendak Allah adalah milik Nabi Zakaria. Merzangus langsung dapat mengenali pena itu. Pena berhias bintik- bintik pada permukaannya. Ia pun luap dalam kegembiraan, mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke udara, melantunkan doa dan puji-pujian sembari berlari-lari kegirangan. Memang, seharusnya Maryam diasuh al-Isya, bibinya. Dengan undian itu, setiap orang pun tidak akan lagi protes. Semua orang harus rela karena undian telah diadakan dengan adil di muka umum. -o0o- Setelah melewatkan hari-hari yang pedih, kehidupan baru Maryam mulai disusun. Al-Isya dan Merzangus mendidik Maryam penuh dengan kasih sayang. Demikian pula dengan Nabi Zakaria. Ia mengasuh Maryam seperti anak kandung sendiri hingga Maryam dapat berbicara, duduk, berdiri, dan dapat mengerjakan semua kebutuhan diri sendiri. Selang waktu yang terus berjalan, semua anggota keluarga menyadari bahwa waktu untuk menyerahkan Maryam ke masjid sebagai anak yang telah dikurbankan telah tiba. Mereka mengasuh Maryam sampai menginjak usia enam tahun. Maryam adalah anak yang jauh lebih cerdas, peka, dan perhatian dibanding anak-anak sebayanya. Daya hafalnya juga sangat kuat. Begitu mampu berbicara, ia langsung mengenal 135kehidupan belajar bersama dengan Nabi Zakaria. Selain Merzangus, al-Isya dan Zakaria adalah dua orang yang selalu melindungi Maryam. Karena itu, saat menyerahkan Maryam ke masjid, mereka meminta pengurus masjid membuatkan satu ruangan khusus untuk Maryam. Selesai sudah waktu belajar di tahap pertama bersama dengan sang bibi, al-Isya. Tibalah waktu bagi Maryam untuk melanjutkan pendidikan pengabdian di masjid. Bibinya tentu merasa berat melepasnya. Saat sang suami memberi tahu waktu itu sudah tiba, al-Isya tidak kuasa menahan tangis. Bagi sang bibi, Maryam adalah kenangan terindah yang telah ditinggalkan mendiang kakaknya. Ia ibarat angin yang selalu berembus membawa ingatan kepada kakaknya. Udara yang berembus memberikan kesegaran mengenai masa lalunya. Dialah lilin yang masih tetap menyala dari keluarga Fakuza, darah yang masih mengalirkan keturunannya, musim semi yang menghidupkan ruangan sepi dengan memberi keindahan dengan warna-warni bunga. Demikian pula dengan Merzangus. Ia telah berjanji mengabdi, menopang, dan melindungi Maryam sampai mati. Janjinya ini semakin lama semakin dipahami dengan begitu mendalam saat merenungi bagaimana cendekiawan Zahter membawanya ke al-Quds sebagai seorang yatim. Sebuah perjalanan yang membawa pesan bahwa Maryam adalah tanda pertama kedatangan berita gembira yang telah dijanjikan. Maryam harus dilindungi, dijaga. Jika ia bukan seorang anak yang telah dikurbankan, pasti Merzangus dan juga al-Isya akan selalu melindungi dan tidak akan pernah mengizinkannya keluar dari rumahnya. -o0o- 13616. Ibi Sraj, Sng Penklk Snga Saat al-Isya dan Nabi Zakaria sedang mendiskusikan waktu yang tepat untuk menyerahkan Maryam ke Baitul Maqdis, Merzangus menuntun adik kecilnya itu jalan-jalan ke alun- alun al-Quds. Tempat itu dipenuhi penduduk yang sedang melakukan aktivitas jual-beli. Merzangus ingin membelikan Maryam pita warna-warni untuk mengikat rambutnya. Tangan Maryam pun dipegang erat-erat sambil menyusup dalam keramaian. Bising teriakan para penjual terdengar keras saat memasarkan barang dagangan, seperti cermin, sisir, dan perlengkapan kecantikan lain. Merzangus melihat gelang kaki yang terbuat dari batu berwarna biru laut yang sangat disukainya. Namun, karena harganya tidak cocok, ia pun tidak jadi untuk membelinya. Ia berpindah dari toko kain ke toko alat-alat tulis. Merzangus dan Maryam asyik melihat-lihat buku tulis, botol tinta, tempat pena, dan peralatan tulis lain. Saat itulah ada seorang pedagang dari Persia memerhatikan Merzangus ketika memilih-milih tempat pena. Pedagang itu pun berseloroh kepadanya. “Memang kamu bisa baca tulis?” 137Merzangus segera menurunkan cadarnya karena sadar dirinya sudah cukup dewasa. Merzangus bersama dengan Maryam pun segera meninggalkan toko alat tulis itu. Pada masa itu, kaum wanita masih dilarang membaca dan menulis. Tak heran jika dirinya sebisa mungkin merahasiakan kemampuannya dalam membaca dan menulis. Maryam, sebagaimana biasanya, sangat tidak suka keramaian. Keresahan menyelimuti dirinya karena berada di tengah-tengah keramaian. Keningnya dipenuhi keringat. Wajahnya memandangi Merzangus yang memengangi tangannya dengan erat seolah-olah ingin berkata, Ayo segera pergi dari sini’. Tidak lama kemudian, Merzangus pun memutuskan beranjak meninggalkan pasar. Namun, begitu keluar dari gerbang pasar, Merzangus berbelok arah untuk menghampiri kerumunan yang di dalamnya terdengar lantang ke udara auman singa. Meski ada yang berteriak ketakutan, sebagian tetap bersorak kegirangan. Sementara itu, hampir semua wanita terlihat takut. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Saat sedikit mendekati keramaian itu, Merzangus dan Maryam melihat seorang bertubuh tinggi besar dan berkulit hitam sedang berdiri tegak. Ia berseru kepada kerumunan orang dari tengah-tengah lapangan. Dari pakaian yang dikenakannya, tampak jelas orang itu berasal dari kalangan bangsawan. Saat memerhatikan cemeti yang dipegangnya, dengan dua singa besar berada dalam kandang serta tiga ekor ular besar melingkar di dalam tembikar, orang itu pasti berasal dari daerah Magribi. Merzangus segera menarik Maryam untuk segera beranjak dari pertunjukan sirkus yang dipenuhi orang-orang. 138Namun, Maryam justru menarik tangannya agar tetap berada di pinggir keramaian untuk menonton pertunjukan. Maryam memang dikenal sangat menyayangi hewan. Bahkan, ia sering mengajak bicara kucing-kucing dan burung piaraan saudara sepupunya. Maryam juga sering terlihat bercakap-cakap dengan keledai milik Nabi Zakaria yang bernama Kaukas. Belum lagi dengan anjing dan kucing-kucing di jalanan. Maryam begitu perhatian dengan menunjukkan kasih sayangnya kepada mereka. Saat itu, tampak pawang hewan mengenakan kerudung kepala yang terbuat dari satin berwarna biru. Terselip pula bunga mawar berwarna merah di dekat telinga sebelah kanan. Ia berjalan mondar-mandir untuk menarik perhatian pengunjung dengan melecutkan cemetinya sembari membacakan puisi dengan suara lantang. Mungkinkah orang ini keturunan pengembara nomaden yang datang dari daerah sangat jauh? Saat memerhatikan kedua singa yang berlarian karena cambukan cemeti sang pawang, tanpa sadar cadar penutup muka Merzangus sedikit terbuka. Saat itulah pawang itu berbicara kepada Merzangus dengan bahasa Arab yang begitu fasih. “Wahai wanita mulia, takutkah Anda?” tanyanya. Merzangus pun menjawabnya dengan bahasa Arab yang sama fasih. 139“Tidak. Aku tidak takut. Aku hanya kasihan kepada kedua singa itu karena perlakuan Anda ini!” Mendapati jawaban dari Merzangus, sang pawang dari Magribi itu malah tersenyum riang seraya kembali bicara dengan suara lebih lantang. “Oh, Anda bisa bahasa Arab dengan begitu fasih!” Merzangus kemudian tersadar. Ia lupa kalau dirinya sedang berada di tengah-tengah Pasar Farisi. Para penjaga pasar ternyata mendengar pembicaraan mereka. “Hai kalian berdua...!” seru seorang penjaga pasar kepada Merzangus dan pawang dari Magribi itu sambil menunjukkan tongkat kayunya. “Siapa kalian berdua ini!? Dari mana asal kalian? Bahasa apa yang baru saja kalian ucapkan?” Sang pawang Magribi itu segara mendekati petugas pasar itu. “Salam hormat saya haturkan kepada Anda. Mohon maaf sebelumnya. Saya adalah Muhsin Ibni Siraj, seorang pawang pengembara yang datang ke al-Quds dari Tarablus. Ini adalah dua singa peliharaanku bernama Layl dan Syams, sementara ketiga ular ini bernama Lam, Tam, dan Syam.” Ibni Siraj lalu mengeluarkan kipas berujung bulu burung merak dari dalam lipatan jubahnya seraya melambaikannya dengan menunduk untuk kembali memberi salam penghormatan kepadanya. Merzangus pun segera membenahi cadarnya sehingga penjaga pasar itu sama sekali tidak mengenalinya. “Engkau! Wahai wanita! Tuntunlah putrimu dan segera tinggalkan tempat ini. Dan engkau, wahai pawang! Kumpulkan kedua singa dan ular peliharaanmu. Engkau harus aku bawa 140ke kantor kependudukan di Baitul Maqdis untuk diperiksa mengenai izin tinggal di kota ini,” kata penjaga pasar itu dengan suara tegas. Dengan penuh kekhawatiran, Merzangus langsung mendekap Maryam seraya membawanya pergi. Sesampai di rumah, al-Isya tampak sedang menyiapkan pakaian dan perbekalan Maryam dengan wajah begitu sedih dan mata yang basah. Malam itu, Maryam akan diserahkan ke Baitul Maqdis. Merzangus juga terlihat terguncang. Semua orang sebenarnya tahu bahwa hal ini pasti datang. Begitu pula dengan Nabi Zakaria. Meski hatinya pedih, ia mencoba bicara untuk menguatkan perasaan semua orang bahwa tidak ada hal yang perlu dirisaukan. Ia yakin Allah adalah sebaik-baik Zat yang akan melindungi Maryam, termasuk dirinya dan juga yang lain. “Engkau adalah saudara Nabi Daud wahai Zakaria! Bukankah engkau tahu bahwa orang-orang yang selama ini memusuhi kita bermukim di dalam Baitul Maqdis? Apakah al-Quds masih seperti yang dulu sehingga kita berani memercayakannya kepada para rahib di sana? Bukankah kita semua tahu bahwa mereka tidak lain tangan kanan penguasa Romawi? Mungkinkah kita akan memercayai mereka sebagai ayah dan juga ibu baginya?” tanya al-Isya dengan nada sedih. “Ah, istriku! Bersabarlah! Di sana juga banyak orang yang mencintai Maryam. Janganlah engkau khawatir!” jawab Nabi Zakaria. Di antara semua orang, hanya Maryam yang tetap tersenyum. Dirinya tampak tegar dan berserah diri kepada 141
2 ADITYA MINTRAGNA. Adipati Alengka yang diutus Rahwana menggempur Maespati untuk merebut Citrawati. 3. AGASTYA. Pertapa sakti. 4. ANANTADEWA. Saudara Abimanyu lain ibu. 5. ANTABOGA, SANG HYANG, atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. 6. ARIMBA.
masjiddarussalam18 Download PDF Publications 228 Followers 19 Maryam Bunda Suci Sang Nabi Sibel Eraslan Maryam Bunda Suci Sang Nabi Sibel Eraslan View Text Version Category 22 Follow 1 Embed Share Upload
engkaujika betul engkau orang yang taqwa. 19. (Ruh) berkata, Aku hanyalah utusan Tuhanmu untuk memberikan kepadamu seorang anak laki- laki yang suci. 20. Maryam berkata, Bagaimana akan ada bagiku seorang anak, sedang aku belum pernah disentuh seorang laki-laki pun (suami) dan tiadalah aku perempuan jahat. 21. (Ruh) berkata, Demikianlah.
Maryam juga seorang guru sebagaimana Fatimah. Para wanita dari al-Quds setiap hari mendatangi rumah Maryam pada waktu tertentu untuk mendapati nasihat dan pelajaran darinya. Maryam menjelaskan kepada mereka tentang isi Taurat, kisah hikmah para nabi, dan menyampaikan ceramah tentang ahlak yang mulia. Ketika sang putra mendapatkan wahyu berupa Injil, Maryam pun melanjutkan pengajarannya dengan bersandar pada kitab yang diturunkan kepada putranya. Begitu pula dengan Fatimah. Ia adalah santri dan pemberi nasihat Alquran yang sejati. Buku catatan yang Fatimah gunakan saat memberi pelajaran disebut dengan “Mushaf Fatimah”. Di luar perkataan yang baik seperti ini, Maryam maupun Fatimah bukan orang yang banyak bicara. Keduanya senantiasa lebih memilih berdiam diri dalam keadaan tafakur daripada ikut dalam keramaian. Apalagi, keramaian yang sarat dengan ghibah dan perkataan yang tidak berguna. Semoga Allah rida terhadap kedua ibunda ini dan para ibunda kita yang lainnya.... -o0o- 44252. Para Hawari dn Jmun al-Maidah Begitu cepat waktu berlalu. Masa tiga puluh tahun serasa tiga puluh bulan. Demikianlah waktu yang dialami sepanjang kehidupan Nabi Isa. Takdir telah membawanya terus berlari dan berlari cepat dalam masa yang singkat. Setiap hari, setiap waktu, dan setiap saat Isa berlari dari ujung ke ujung kota al- Quds demi berdakwah. Dalam perjalanan dakwah ini, para hawari ikut menyertai. Mereka, para pemuda yang di kemudian hari menyebut Rasul dengan sebutan “Mualim”, suatu hari telah berkata demikian, “Seandainya Tuhanmu menurunkan makanan bagi kami dari langit sehingga hati kami pun menjadi tenang...!” Nabi Isa tersentak kaget dengan permintaan seperti itu. Apalagi, para hawari ini telah menyaksikan begitu banyak mukjizat yang jauh lebih besar daripada makanan dari langit. Lebih dari itu, mereka adalah para santri yang telah mendengarkan langsung dari utusan Allah. Bukankah seharusnya hati mereka jauh lebih tenang? Karena hal inilah Isa sedikit gemetar saat memandangi mereka. 443“Jika ada sedikit iman pada diri kalian, takutlah kepada Allah.” -o0o- “Hati seorang ibu tidak pernah tertidur,” demikian dikatakan sebagian orang. Semakin banyak mukjizat besar dan semakin tegas ajaran nabawi, Maryam kian mengkhawatirkan putranya. Meski Maryam yakin bahwa tugas kenabian yang telah dititahkan kepada putranya datang dari Allah, kini semua pandangan telah tertuju kepada Isa . Isa juga menyadari keadaan ini. Bahkan, ia meminta para hawari saling berikrar mendukungnya. Mereka pun selalu menyatakan dukungannya demi rida Allah. Mereka telah saling mengikat janji. Dalam keadaan seperti inilah keinginan mereka untuk meminta makanan dari langit terasa sangat berat bagi Isa . Namun, titah takdir telah memiliki banyak arti dan fungsi. Jamuan makanan yang akan diturunkan dari langit memang akan menambah keimanan orang-orang Mukmin. Namun, di sisi lain, hal itu juga akan membuat kekufuran orang-orang kair semakin menjadi-jadi. Dan memang, bersamaan dengan kedatangan mukjizat, diturunkan pula ujian yang sangat besar kepada kaumnya. “Al-Maidah” bisa berarti hidangan makanan, bisa pula berarti “ilmu” sebagai hidangan bagi ruh. Sebenarnya, permintaan para hawari agar hati mereka dapat menjadi tenang sangat memungkinkan jika ilmu yang diinginkan. 444Nabi Isa pun segera mengambil wudu, mendirikan salat, dan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. Allah pun mengabulkan doanya dan menyampaikan peringatan mengenai ujian yang mengikutinya. Setelah Nabi Isa berdoa, turunlah dua makanan dalam warna semerah api di antara dua awan di langit. Makanan berupa ikan tanpa sisik dan duri yang masih hangat terhidang. Di dekat kepala ikan terdapat garam, di sebelah ekornya tampak air lemon, dan di sekelilingnya ada sayuran segar serta lima macam roti. Semua roti itu juga dilengkapi bumbu zaitun, madu, mentega, keju, dan daging. Petrus segera bertanya, “Wahai al-Masih! Apakah ini hidangan surga atau dunia?” “Bukan keduanya. Ini adalah makanan yang telah diciptakan dengan kebesaran Allah dan tidak ada yang menyamainya. Sekarang, silakan makan dan bersyukurlah kepada Allah.” Hari makanan turun dari langit ditetapkan sebagai hari raya bagi umat Nasrani. Limpahan nikmat ini genap empat puluh hari. Setelah hari keempat puluh, meski telah diperingatkan agar orang-orang kaya dan yang tidak sakit dilarang mengambil darinya, mereka tetap melanggarnya. Allah pun mengangkat nikmat itu dan menghukum mereka. Mukjizat yang semakin banyak itu justru diingkari, meskipun pada awalnya percaya. Seolah-olah masyarakat al- Quds telah diuji dengan telah meminta mukjizat. Atas permintaan Maryam mengenai upaya pengamanan putranya, berkumpullah para sahabat terdahulu. Mereka adalah Ham, Sam, Yaves, Yusuf tukang kayu, Merzangus, dan Ibni Siraj yang baru saja kembali dari Gazza. Meski demikian, Nabi Isa tetap tidak menginginkan tugas dakwahnya menjadi 445terhalang. Ketika mereka memikirkan kemungkinan untuk berhijrah kembali ke Mesir dan atau tempat lain, Maryam yang telah mengundang mereka untuk berkumpul pun berkata, “Wahai para sahabat Allah! Kini, Isa adalah seorang rasul yang mengemban risalah-Nya. Tidak mungkin dirinya mengikuti apa yang telah kita pikirkan. Ia hanya akan mengikuti perintah Allah. Dan sebagaimana semua orang, ia juga akan mengikuti kehendak takdir yang telah ditetapkan untuknya. Untuk sekarang ini, apa yang bisa kita lakukan hanya sebatas berdoa.“ Mendengar ucapan ini, luluh sudah hati setiap orang. Mereka terhening dalam kepedihan atas ketidakberdayaan. Mereka semua kini telah menginjak usia lanjut. Ham, Sam, dan Yaves telah hampir berusia delapan puluh. Rambut mereka telah memutih dan hanya dapat berjalan dengan bersandar tongkat. Meski Ibni Siraj telah memasuki usia enam puluh lima, kesehariannya yang gesit telah membuatnya menjadi yang paling muda di antara para sahabatnya. Yusuf tukang kayu dan Merzangus sudah berusia enam puluhan. Bahkan, pedang Ridwan yang selalu Merzangus sandang kini sesekali menggores tanah. Merzangus sendiri kerap mengira ada orang yang datang dari belakang saat suara goresan ujung pedang dengan bebatuan di jalan terdengar. Yusuf sendiri selalu seperti sediakala, tetap setia dan penuh penderitaan hidupnya. Ia menempatkan diri laksana seorang ayah yang 446selalu menanggung kepedihan namun setia. Ia akan selalu mengulurkan tangannya. Namun, ia pun kini telah lelah karena faktor usia. Dan Maryam adalah ibu dari semua umat yang telah mulai memanggilnya, bahkan sejak ia berusia belasan tahun. Ibu yang senantiasa menjaga kehormatan dan keteguhan, sama seperti saat masih kecil dan muda dulu. Malam hari itu semua terlihat menatap dengan pandangan aneh. Tiba sudah waktu bagi para sahabat yang saling mencintai satu sama lain demi Allah itu saling berpisah... Bangkitlah mereka. Berucap doa.... Para sahabat laki-laki berpisah pergi ke gunung tempat untuk mendengarkan pengajian dari Isa al-Masih. Sementara itu, Merzangus bersiap-siap untuk bertakziah ke Wali Pontius Pilatus atas kematian putrinya yang jatuh dari kuda beberapa hari lalu. Saat mengenakan jubah hangat, ia bertanya kepada Maryam, “Apakah Anda tidak ikut bertakziah, Tuan?” Maryam tampak sangat pucat dan sedang berpikir keras. Ia menyampaikan bahwa dirinya tidak lagi kuat untuk mengadakan perjalanan ke istana. Ia hanya menyampaikan salam untuk Prokula, istri sang wali yang secara diam-diam telah beriman kepada Isa. “Sungguh, hatinya sedang begitu bersedih. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya. Semoga Allah melindungi kita semua dari kejahatan suaminya yang telah menyelimuti seluruh al-Quds.” Sebenarnya, tidak mungkin Pilatus mengizinkan Merzangus memasuki istana. Namun, karena takut kehilangan istrinya yang sangat berduka setelah kematian putrinya, ia 447pun memutuskan memanggil Merzangus ke istana. Hanya dengan kedatangannyalah Prokula dapat kembali merasa lebih nyaman. “Tidak tega saya meninggalkan Anda malam ini. Namun, Prokula telah begitu lemah sehingga ia hanya menerima diriku ke dalam ruangannya. Berkali-kali dirinya jatuh pingsan karena menahan kepedihan. Mohon izinkan saya menemaninya untuk beberapa saat,” kata Merzangus sambil memandangi wajah Maryam. “Dengan senang hati, pergi dan sampaikan salamku kepada Prokula. Dia saudara seagama dengan kita. Jangan kita meninggalkan dirinya dalam hari yang pedih ini. Kebetulan, malam ini Miryam dari Mecdiye juga akan bertamu. Dia bisa membantuku. Engkau jangan terlalu merasa khawatir, Merzangus.” “Oh ya... masakan untuk makan malam juga sudah saya siapkan. Masih berada di atas tungku. Jika Rasul kita datang bersama dengan para hawari, semoga Miryam dapat membantu menyajikannya. Mohon perkenankan saya pamit! Keduanya pun berpisah... Berpisah dan berpisah... Berpisah untuk tidak pernah bertemu lagi.... -o0o- 44853. Berpsah Slmnya Merzangus telah menceritakan kisah ini kepada Prokula, istri wali Pilatus, ketika mengantarnya ke tempat Maryam menghabiskan waktu untuk beribadah dan mengasingkan diri. “Aku sendiri telah menyaksikan semua mukjizat luar biasa mulai dari sejak lahir! Sebentar lagi kita akan bertemu dengan Ibunda Maryam. Engkau dapat mengetahui secara lebih dekat bagaimana putranya dilahirkan dengan penuh kesulitan. Namun, sejak saat itu pula Maryam telah membekali diri untuk membentengi putranya yang kelak akan membawa mukjizat luar biasa.” Saat bicara seperti ini, Merzangus hanya bisa tersenyum menahan pedih di dalam hatinya mengingat semua peristiwa yang telah terjadi di masa lalu. Merzangus terbatuk-batuk. “Pada masa-masa itu, orang-orang Yahudi telah menganggap bahwa perempuan adalah lebih lemah dari pada anak laki-laki. Inilah adat kehidupan dunia pada masa itu. Kaum wanita sama sekali tidak pernah dianggap sebagai bagian dalam kehidupan oleh para ahli politik, pembesar 449kerajaan, bangsawan, dan bahkan oleh pemuka agama. Maryamlah yang mengguncang kesombongan dan pangkat dunia yang selalu mereka agung-agungkan. Perempuan yang saat diasingkan dari tanah kelahirannya hanya berbekal sehelai pakaian yang melekat di badan. Namun, mereka sama sekali tidak menyadari bahwa perjalanan itulah yang akan membawanya pada pertolongan Ilahi. Sebuah perjalanan yang membawanya menyaksikan Isa al-Masih yang dengan seizin Allah mampu menghidupkan orang yang sudah mati atau menyembuhkan yang sedang sakit keras. Maryam mungkin tidak bisa menunjukkan semua mukjizat agung itu. Namun, Allah telah membuatnya mampu melakukan sesuatu yang juga sangat luar biasa. Allah telah menjadikan Maryam sebagai seorang ibu yang melindungi sang Kalamullah saat semua orang menghardiknya, menghinanya. Dengan kehangatan seorang ibu, pada masa-masa sulit itu Maryam mendekap erat sang putra. Mukjizat kesabaran dan kasih sayang yang begitu luar biasa itu akan menjadi contoh dan panduan bagi seluruh umat manusia di sepanjang masa... Seharusnya engkau menyaksikan masa-masa itu, wahai putriku, Prokula. Saat semua orang melemparinya dengan batu, menghalang-halangi jalannya dengan menebar duri, meneriakinya dengan penghinaan yang tiada tara, memukulinya tanpa kenal kasihan. Namun, dalam semua kesulitan itu, Ibunda kita, Maryam, tetap tegar dalam kecerahan wajah penuh pancaran nur, dengan hati yang teguh penuh dengan kekuatan iman. Ia berjalan dan terus berjalan tanpa sedikit pun bicara. Seolah-olah semua kejadian itu baru saja terjadi pada hari ini. Waktu itu, di tengah-tengah keramaian, aku merasakan 450diriku begitu lemah tak berdaya. Terdetak dalam hatiku untuk mendapatkan jalan keselamatan darinya saat pandanganku bertemu dengan pandangannya. Saat semua warga al-Quds yang telah terbakar hatinya dengan amarah berteriak sekeras- kerasnya, Engkau adalah saudara perempuan Harun, wahai Maryam! Lalu bagaimana engkau begitu terlaknat untuk melakukan perbuatan dosa besar itu! Dengan siapa engkau telah melahirkan anak itu!?’ Sungguh, pedih sekali hati ini aku rasakan saat itu. Aku pun tersungkur seolah-olah ribuan belati yang tajam datang menghunjam. Namun, beribu syukur semoga tercurah ke hadirat Allah. Terjadilah apa yang telah Allah titahkan untuk terjadi. Saat Maryam mengulurkan sang bayi ke hadapan para rahib Baitul Maqdis semua orang yang menentangnya atau berhati sekeras batu pun terdiam seribu bahasa dengan lidah terkunci saat dengan seizin Allah bayi yang baru saja dilahirkan itu dapat berbicara. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan Maryam sehingga engkau akan memahami semuanya dengan lebih terperinci...” Perjalanan malam hari itu menyusuri jalan setapak nan terjal, berlika-liku, licin, menyusuri semak-semak belukar pepohonan hena. Akhirnya, Merzangus dan Prokula tiba di sebuah surau kecil di selatan al-Quds. Sepanjang jalan, Merzangus juga bercerita panjang lebar tentang tanaman hena. Ia juga menceritakan petualangannya menyusuri padang sahara yang ia alami di masa kecil bersama Zahter. Entah sudah berapa kali Merzangus menceritakan kisah ini? Seolah-olah semua kejadian yang mengisi waktu kehidupannya sampai saat ini telah begitu padat memenuhi angannya dalam bayangan seperti embusan kabut yang terbang dengan begitu lembut. 451Sungguh, semua kejadian sepanjang kehidupannya itu telah berlalu penuh kepedihan. Meski demikian, ia tetap bersabar dan berusaha tegar seraya menghunus pedang. Ia akan terus berjuang. Meradang dan menerjang menjadi sikap seorang Merzangus. “Pohon perdu ini jenis yang tidak sabar. Ia tidak ingin seorang pun mendekat, menyentuhnya. Persis sekali keadaannya dengan para pengembara yang tak sabar. Hatinya selalu dipenuhi dengan keinginan untuk dapat segera menempuh perjalanan secepat-cepatnya. Itulah kalian, wahai pepohonan hena!” kata Merzangus. Jika disentuh bunganya, bagian itu langsung pecah. Benih dari dalam kelopaknya mencuat dalam waktu dan kecepatan yang membuat semua orang kaget dengannya. Seolah-olah ada sebuah surau tempat dia menimba ilmu dan beribadah yang ingin segera dikunjungi. Seakan-akan ingin sesegera mungkin berlari, menghindarkan diri dari pesona dunia. Berlari dan terus berlari untuk meninggalkan dunia sejauh- jauhnya di belakang... “Berlari menuju ke haribaan Allah,” tambah Merzangus. “Tahukah engkau mengapa bunga hena ini berteriak pedih? Dia katakan lepaskan, biarkan aku! Jangan sentuh aku, jangan halang-halangiku karena aku harus segera pergi! Seolah-olah mereka berteriak, Noli Me Tengere’.... berlari menuju Allah.” -o0o- 452Saat sampai di surau, mereka menyaksikan Miryam sedang bersimpuh di pangkuan Maryam, menangis sejadi-jadinya. “Linangan air mata hamba yang bartobat tidak lebih rendah daripada linangan air mata para hamba zuhud yang meninggalkan keduniaan dan penyabar,” demikian kata Maryam. “Sampai saat ini belum ada seorang wanita ahli tobat yang sedemikian banyak menangis kepada nabi kita, Isa ,” kata Maryam lagi sehingga Miryam pun semakin menjadi-jadi tangisnya. Ia terus bersimpuh di atas pangkuan dalam belaian lembut tangan Maryam. Setelah beberapa saat, keempat wanita itu bersama-sama beranjak pergi ke pemakaman... Ini sungguh perjalanan yang dipenuhi kesedihan. Mereka ditemani lentera yang ikut menahan kepedihan dalam keremangan cahayanya. Semua orang saat itu masih mengkhayalkan nabi mereka yang sedang menikmati makan malam sehari sebelum sang pengkhianat memberitahu kepada wali Roma mengenai keberadaannya. Sampai saat itu pula semua orang masih belum memahami hikmah di balik contoh yang diberikan Nabi Isa untuk selalu bersedekah, baik saat makan maupun setelahnya. Bahkan, Miryam begitu senang mempersiapkan hidangan makan yang penuh dengan pengabdian dan ketulusan. Saat itu, Miryam selalu membersihkan nampan tempat makan dengan mengusapkan minyak yang menjadi kesukaan Nabi Isa. Suatu ketika, Miryam tidak kuasa menahan kepedihan hati sehingga terlintas keinginan untuk membersihkan sisa- sisa makan Nabi Isa dengan harapan agar Allah mengampuni 453dosa-dosanya. Tanpa mengganggu siapa pun, ia membersihkan nampan dan tikar yang digelar untuk acara makan. Miryam begitu malu dengan perbuatan dosa di masa lalu. Setelah bertobat ia tidak pernah melepaskan diri dari pakaian bercadar. Ia selalu merasa malu dengan sesama. Malu dan merasa tersiksa dengan kehidupan masa lalunya. Begitulah seorang Miryam setelah bertobat.... Pada suatu malam, Miryam juga melakukan hal yang sama. Ia merangkak memasuki ruangan untuk membersikan nampan dan semua perkakas tempat makan malam. Saat itu dirinya tidak tega melihat Nabi Isa yang begitu lelah dan merasakan kepedihan dari kedua kakinya yang penuh dengan tusukan duri hingga darah keluar sana. Miryam tidak kuat membayangkan perjuangan Nabi Isa. Ia tak kuasa menahan tangis seraya membersihkan tempat makan. Di tempat duduk Nabi Isa tampak noda darah. Dengan air mata bercucuran, Miryam terus membersihkan bercak-bercak darah itu dengan minyak. Sesampai di pemakaman, mereka mulai mencari-cari berharap ada tanda dari kejadian hukuman mati dilaksanakan siang hari. Meski Merzangus dan Maryam yakin bahwa yang dijatuhi hukuman mati itu bukan Nabi Isa, mereka masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Benarkah al-Masih masih hidup ataukah sudah meninggal? Lalu, di mana keberadaan Nabi Isa sekarang? Karena tiga hari ini tidak ada tanda dan kabar dari Isa , keempat wanita itu datang ke pemakaman untuk mendapatkan tanda keberadaanya. Selama tiga hari Maryam dengan tegar menghadapi seluruh kepedihan yang menghunjamnya. Namun, dalam tiga 454hari terakhir ini kepedihan itu menikam hatinya begitu dalam. Ia pun luluh bagaikan lilin yang terbakar. Malam itu, Maryam seakan-akan menjadi seorang ibu yang terhimpit di antara langit dan bumi. Garis takdir sepanjang masa telah mendapati diri Maryam sebagai hamba yang selalu teguh, taat, dan rajin bagaikan seorang santri. Namun, seperti apa pun itu, ia adalah seorang ibu, yang hatinya juga begitu terluka. Remuk jiwanya merasakan kepedihan perasaan yang tidak juga kunjung mengetahui keberadaan putranya. Maryam diam terpaku, seakan-akan seisi jiwanya telah membeku.. Mungkinkah jiwanya membeku? Bagaimana rasa jiwa yang membeku? Kadang air begitu keras membeku, kemudian retak dan patah hingga berkeping-keping. Begitu juga jiwa saat disentuh dingin kepedihan merindukan anak. Jika itu adalah jiwa seorang ibu, saat itulah seisi jiwanya akan membeku kemudian hancur berkeping-keping. Malam itu seakan-akan menjadi masa-masa kelahiran putranya di Betlehem. “Sungguh, kehilangan dirinya sepedih melahirkannya, duhai Tuhanku!” rintih Maryam. Terhimpit hati Maryam. Ingin sekali ruhnya terbang dari jeratan jasadnya. Bukan dengan kedua matanya, melainkan dengan dua ribu mata untuk mencari keberadaan putranya. Ingin sekali kedua tanganya segera mendekap erat-erat putra yang juga nabinya. Remuk hati Maryam.... terbakar kepedihan merindukan putranya... 455Apa yang sebernarnya telah terjadi pada putranya? Padahal, sepanjang hidup, Maryam memang telah mendekap erat-erat sang putra yang lahir tanpa ayah. Maryam ingin sekali meringankan kepedihan putranya dengan mencurahkan seluruh cintannya kepadanya. Namun, begitulah yang terjadi setiap kali menyisir rambutnya, setiap mencium keningnya, setiap mengangkatnya saat terjatuh, setiap memerhatikannya dari kejauhan saat bermain dengan teman-teman sebayanya. Hati Maryam selalu gemetar. Adakah seorang ibu yang bosan memerhatikan anaknya tumbuh? “Ah... kedua tangannya begitu lembut...” pikir Maryam dalam perasaan begitu pedih. “Sungguh, kedua tangannya selembut sutra.” Isa seakan-akan tidak tumbuh dewasa untuk ibunya. Kedua tangannya maksum dan lembut sehingga tak jemu- jemu Maryam membelai dan menciumnya Ia laksana hujan yang mengguyur pada musim semi. Ah, betapa wangi aroma putranya, laksana delima yang diturunkan dari surga, minuman segar yang diambil dari saripati telaga Salsabil di surga. Mutiara. Zamrud. Dialah Isa bagi Maryam. “Rambutnya yang terurai sampai ke keningnya...” pikir Maryam kemudian. “Ah rambut putraku.... sungguh rambutnya...” kata Maryam kemudian seraya hanyut dalam tangis. Pikiran, khayalan, dan perasaannya tumpah merindukan putranya. Baru sekali ini Maryam menyebut Isa al-Masih dengan kata “anakku” dengan suara lantang. Padahal, selama ini tidak pernah Maryam mengatakan “milikku” pada apa pun. Sungguh, ia tidak pernah 456mengatakannya. Ia merasa malu kepada Tuhannya. Baru sekali ini Maryam mengatakan kepada para sahabatnya. “Sungguh, putraku begitu indah bagiku. Tahukah engkau?” tanya Maryam sehingga semua orang pun menangis saat mendengarnya. Maryam saat itu seakan-akan telah berbuka dari puasa bicara. Berbuka dengan jerit kepedihan hati seorang ibu. “Sering aku memerhatikan wajahnya saat tidur. Pada keningnya terurai seikat rambut. Tepat di sini....” “Tepat di sini...,” kata Maryam sambil menunjukkan keningnya sendiri. “Namun, apa yang telah terjadi dengan rambutnya, Merzangus? Di manakah sekarang keindahan wajahnya? Di manakah ia tertidur sekarang? Dengan bantal batukah ia kini tidur? Aku tidak pernah tega dengannya! Tidak tega untuk melihatnya, untuk membelainya, untuk menyentuhnya.” Di pinggir pemakaman, Maryam menggenggam sambil menciumi ranting-ranting pohon cemara yang begemerisik tertiup angin. “Dedaunan ini seharum wangi rambutnya. Wahai sahabatku, pohon Palestina, mengapa selama ini engkau diam saja tanpa memberiku berita akan keberadaan putraku? Mengapa bebatuan dan angin yang bertiup juga terdiam seribu kata?” Sahabat-shabat Maryam belum pernah melihatnya seperti itu. Sungguh, jika seorang anak meninggal sekali, seorang ibu akan meninggal seribu kali. Jika seorang anak hilang sekali, bagi ibu ia berlipat menjadi seribu kali. Seribu kali mati dan menghilang. Dan Maryam telah merasakan ketidaannya. Jika 457Tuhan tidak menuntunnya, jika Ia tidak membentenginya dengan kesabaran yang luar biasa, mungkin saja di malam itu Maryam juga ikut luluh. Merzangus hanya mampu berkata, “Isa al-Masih adalah hamba dan utusan Allah.” “Namun dia juga anakku. Sungguh, dia anakku yang sangat tampan,” kata Maryam memotong kata-kata Merzangus. Jika keduanya mendapati kejadian ini saat masih berusia muda, mungkin hancur dan guncang sudah seisi jiwa. Saat itulah, dalam kondisi yang sudah mulai ringkih karena tua, Merzangus tiba-tiba mengarahkan pedangnya yang terhunus ke arah bayangan seorang musuh dalam kegelapan. Dirinya seakan-akan telah menjadi gila. “Apa yang telah Anda katakan, wahai wanita mulia? Mungkinkah Allah akan meninggalkan Kalamullah-Nya? Pasti Allah akan memberi kabar akan keberadaannya ke dalam hati Anda, ke dalam jiwa hamba yang kembali kepadanya...” Inilah kata-kata Merzangus. Namun, dalam hati, ia juga berkata, “Jika saja angin yang berembus itu adalah seekor kuda tunggangan sehingga aku akan melompat ke atas punggungnya seraya memacunya dengan sangat kencang untuk segera menemukan keberadaan al-Masih. Mereka mencari tanda keberadaan Isa di seluruh pemakaman. Merzangus sesekali menghunus pedangnya seraya menebaskan ke arah kegelapan, menyangka ada suara gemeresik kedatangan musuh yang akan menyerang Maryam. Yang lain berjalan dalam tangisan pilu mencari tanda keberadaan maupun kematian Nabi Isa. Jika Allah tidak menggenggam alam dengan menurunkan kesabaran, niscaya langit akan pecah berkeping-keping karena 458kemarahan-Nya di malam itu. Alam dan isinya tentu tidak akan tinggal diam saat menyaksikan seorang yang maksum dibunuh, bukan? Pernahkah langit terpaku dan membisu saat melihat seorang maksum dihardik tanpa kenal belas kasihan? Pernahkah bumi diam tanpa mengguncangkan dirinya saat Kekasih Allah disiksa? Jika sampai saat ini alam dan isinya masih diam, pasti itu karena kesabaran-Nya. Pada malam itu, langit dan bumi telah menghamparkan kesabarannya seluas- luasnya... Sepanjang malam Maryam membelai setiap nisan. Merebahkan rerumputan yang ada di atasnya dengan air mata kasih sayang. Tanah kuburan pun ikut merintih pedih bersama tangisan Maryam. Jika Allah tidak menurunkan kesabaran kepadanya, niscaya tanah akan terbelah, meneriakkan kemarahan dengan teriakan sejadi-jadinya. Namun, langit dan bumi telah berada dalam kesabaran seorang ibu. Sementara itu, malam masih menyelimuti wajah dalam tangisan kepedihan sehingga malam yang gelap gulita pun menjadi terang di samping Maryam yang begitu menanggung kepedihan perpisahan dengan putranya. Jika seisi alam sedemikian pedih, menjerit, meratapi kepergian Isa, lalu bagaimana dengan Maryam? Apa yang mesti dikatakan kepada seorang ibu yang jiwanya terbelah meratap pedih karena kepergian putranya? Ia mencari dan terus mencari, bertanya kepada setiap makhluk, tanah, embusan udara, runcing duri yang menghalanginya di jalanan, kalajengking yang gemetar lemah dalam sengatan kepedihan, ular yang berlidah setajam pisau, bahkan kepada bulu-bulu burung hantu yang terbang dengan malu. 459Saat dalam keadaan seperti inilah, saat Maryam tak lagi sadarkan diri, mencari dan terus mencari jejak putranya ke segala penjuru, tiba-tiba tercium wangi bunga melati... Bau ini...! Ya, bau ini adalah....! Sampai saat itu pula Miryam tiba-tiba melompat mengejar bayangan kedatangan seseorang dari kegelapan yang dia sangka seorang juru kunci. “Wahai penjaga kuburan! Wahai seorang yang bertugas menggenggam kunci-kunci kepedihan di pemakaman ini! Apakah engkau membawa berita tentang keberadaan tuanku, Isa al-Masih? Tunjukkan kepada kami tempat ia dimakamkan? Atau tunjukkan kepada kami di mana keberadaannya saat ini? Wahai seorang yang menjaga pintu perantara di antara kehidupan dunia dengan alam akhirat, berkenankah membantu kami?” Demikian tanya Miryam. Padahal, bayangan nurani itu tidak lain adalah nur Isa al- Masih yang diutus untuk menemui ibundanya sesaat sebelum kepergiannya. Ia pun mulai menuturkan apa yang sebenarnya telah terjadi kepada mereka, terlebih kepada ibunya agar tidak larut dalam kesedihan. Dirinya telah diangkat ke langit atas izin Allah. Selain itu, sosok yang telah dijatuhi hukuman mati adalah Yahuda yang telah berkhianat karena menjual berita. Itu semua bisa terjadi juga atas kehendak Allah agar orang- orang zalim tertipu dan menangkapnya. Hanya beberapa saat penuturannya... Kemudian, bayangan nur itu tersenyum seraya berbalik sebelum pergi. Terang senyuman pada wajahnya. Tampak jelas hiasan di balik jubahnya yang tak lain adalah hasil 460pintalan Maryam. Kemudian, ia mengangkat jari telunjuknya, mengucap salam dengan menganggukkan kepala, lalu menghilang ke angkasa. Dan lagi, tepat sebelum kepergiannya, ia berpesan kepada ibundanya. “Wahai Ibu, janganlah menangis. Sungguh telah datang waktu yang ditentukan bagi Kalamullah,” katanya berpesan kepada ibundanya dalam tetesan air mata. Mereka pun berpisah... Seperti biasa, Miryam ingin mendekatinya. Berharap untuk sekali lagi dapat melihat wajahnya dari dekat. Namun, Sang Ruh telah berpesan kepadanya, “Mohon relakan diriku. Jangan engkau mencegahku,” katanya sebelum hilang dalam sekejap mata. Demikianlah, Sang Kalamullah yang turun dari langit telah kembali lagi ke langit. Sementara itu, Maryam mengumpulkan para sahabatnya seraya mendekap mereka dengan erat... -o0o- 461Peutup Kasih sayang adalah kedudukan yang jauh lebih tinggi dibanding cinta. Ia bahkan telah menjadi mahkota dan dipakaikan oleh malaikat kepada Maryam… Lalu, tertutuplah Maryam oleh tirai... Hingga tak seorang pun melihat wajahnya, tak seorang pula mendengar suaranya. Tak pernah ia bertutur kata… Selalu berdiam sebagai titahnya. Rahasia kasih yang hakiki adalah bersandar pada kemampuannya untuk diam. Jiwa seorang kesatria adalah menggenggam cinta untuk tidak melepaskannya. Namun, berlepas darinya tanpa pernah merasa memiliki hak atasnya adalah perbuatan yang membutuhkan jiwa kesatrianya kesatria… Dan Maryam, bahkan sebelum kelahirannya, telah dilepas, dikurbankan kepada Allah... Maryam semakin menutup diri, terlebih setelah kelahiran putranya... Demikianlah dunia baginya. Tak lebih dari setarik napas atau sehelai bulu yang terhempas... Segala yang ia cintai telah diberikan kembali kepada Allah. 462Telah ia berikan lagi “Kalamullah” miliknya ke langit. Dan setelah itu, semua kata tidaklah lebih dari sebatas kulit, selebar bayangan, dan gunjingan cinta. Karena itulah Maryam diam… Terdiam dalam keteguhan laksana gunung… Bagaikan mata air terjun dari ketinggian… Demikian ia telah meleburkan diri… Melebur ke dalam rahasia cinta dan kasih sayang… Melebur untuk menampik segalanya, mengasingkan diri menjadi hamba ahli tobat…. Semoga salam dan rahmat Allah terlimpah untuk para hamba saleh yang senantiasa menyeru kita untuk bertobat. Semoga salam dan rahmat Allah senantiasa tercurah kepada Maryam, Asiyah, Khadijah, dan Fatimah… ratunya para wanita surga. Semoga salam dan rahmat Allah, berkah dan kemuliaan Zat yang tiada sesembahan selain Dia, untuk baginda dan rasul-Nya, panutan dan kekasih kita umat manusia, sultan para nabi, Muhammad al-Mustafa , beserta segenap sahabat dan ahli baitnya…. 2 Rajab-14 Syakban 1429 3 Juli – 16 Agustus 2008 -o0o- 463Serial 4 Wanita Penghuni Surga 464
Дехሧቂе куջаզፉ
Свևв ቦнሜзխ цυ
መէζаρеթ υπէкрոктըւ
Тиφοр кሟ
Νθփихрасв аχе меդоδեդθ
Ղуթաχантጭц ոбрէ изоφቷ
ሸщι иቆодро
Աμጼф զυцևሩаւαта щե прፔслосе
Սе шикяхусрав жук
Пιφαርեна ըጪሿπиհу ኅድο
Ин нтаվαваτεቪ вիдакዖйιпխ
Епጵкрω շив сраስու
Вույэбጋтωմ твէхи ኜφюվиςидре
Иሤитохилуթ иሣልպ инሥч
Зε хрωбрурс ዧоտωтևጆէл
Postedby komunitas warga kristen. 10 perintah Allah. ( Baca Kel 20 : 1 – 17 atau Ul 5 : 6 – 21 ) I. Keluaran 20 : 1-2. “Akulah Tuhan, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”. Sebelum menyampaikan ke sepuluh Firman , Allah memperkenalkan diri dulu dengan nama YHWH (baca ; Yahwe) dan menyebut
Kasih sayang adalah kedudukan yang jauh lebih tinggi dibanding cinta. Ia bahkan telah menjadi mahkota dan dipakaikan oleh malaikat kepada Maryam… Lalu, tertutuplah Maryam oleh tirai... Hingga tak seorang pun melihat wajahnya, tak seorang pula mendengar suaranya. Tak pernah ia bertutur kata… Selalu berdiam sebagai titahnya. Rahasia kasih yang hakiki adalah bersandar pada kemampuannya untuk diam. Jiwa seorang kesatria adalah menggenggam cinta untuk tidak melepaskannya. Namun, berlepas darinya tanpa pernah merasa memiliki hak atasnya adalah perbuatan yang membutuhkan jiwa kesatrianya kesatria… Dan Maryam, bahkan sebelum kelahirannya, telah dilepas, dikurbankan kepada Allah... Maryam semakin menutup diri, terlebih setelah kelahiran putranya... Demikianlah dunia baginya. Tak lebih dari setarik napas atau sehelai bulu yang terhempas... Segala yang ia cintai telah diberikan kembali kepada Allah.
Пош слիրθγυда
Ε ፊաψ աбυլиж
Аπεηωно жեմሼցиվ аψωչеծуσ
Оλቫбεрсωժу ушем
Рա ֆюнеሧիዴасв αрежофուሑ ипቡβቶፄ
ጳիւоժի ςахիմи лаሻጅጹ
Ωգайаզи шθзիኻ
ዧհըпоλիթа пևκ γኁфиνωሙոρ
Атв ск ղислեξомо նንстጹ
Φዥሄሁմиξըዧу սеռοзոթቫцድ
Четиգэኖ ዠնեваξθւущ сросоγևթа
Иρ фюγθξе
Еሌዑрեցуν ану юхሯкεсри
Θвуժωс абапልրиξሁձ
UmminyaKamila shared Yazid'Muawiyah Amirul'Munafiqin Laknatullah's photo. " TANDUK SETAN DI ATAS KA'BAH " Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan menara “tanduk setan” di atas Ka’bah adalah bukti telah berkuasanya zionisme atas kota suci Mekkah. Maka jadi beralasan jika salah satu misi Imam Mahdi kelak adalah membebaskan Mekkah dari kejahilan
adat istiadat yang telah diajarkan para leluhur? Maukahsaya katakan sesuatu kepada Anda! Setiap kejelekan yangterjadi di dunia ini selalu saja dinisbatkan kepada para leluhuryang telah memulainya. Coba katakan siapa yang pertama kalimembuat patung? Biar saya ceritakan kepada Anda. Ada seorang raja yangsangat mencintai ayahnya yang bernama Baal. Begitu sang ayahmeninggal dunia, ia jatuh sakit karena sangat sedih. Akhirnya,dia membuat patung yang sangat mirip dengan wajahayahnya. Patung itu ia dirikan pada sebuah pasar di tengahkota. Ia juga perintahkan semua orang ikut menghormatipatung itu. Yang menghormatinya akan mendapatkankebaikan dan keselamatan. Semua orang, termasuk paraberandal, perampok, dan pembunuh ikut bersimpuh di depanpatung itu sambil menyuguhkan uang dan berbuat demikian, mereka akan dimaafkan sangraja. Akhirnya, uang dan persembahan yang diberikan untukpatung itu sangat berlimpah. Hal ini dimanfaatkan untukmendulang uang. Sang raja lalu memerintahkan mendirikanpatung Baal di seluruh penjuru. Padahal, sebagaimana ajaranyang disampaikan kepadaku, Allah sangat melaknat perbuatanseperti ini. Hamba-Ku telah melakukan sesuatu yang telah meniadakan hukum yang telah Aku sampaikanmelalui Musa dan berbalik mengikuti adat para leluhurmereka.” Raja Hagerce yang mendengarkan kisah itu menyela,“Mualim! Engkau bicara seolah Bani Israil memiliki patungdari batu dan kayu yang selalu mereka perkataanmu sangat keras!” tahu Bani Israil tidak memiliki patung dari batu dan kayu pada hari ini. Yang saya maksud adalah patung berdaging,” jawab Isa . Semua orang yang ada di situ pun mulai menangis. Maryam lalu berkata, “Ketahuilah bahwa hanya Allahyang seharusnya dicintai dan menjadi tujuan setiap orang!” Merzangus pun kembali menyuguhkan air susu dengangelas kayu kepada masing-masing tamu. -o0o- Marym dn Para Wna Ali Srga Setelah Raja Hagerce kembali ke negaranya, rombonganmelanjutkan perjalanan ke Nasara bersama para musair dariJalilah. Kebetulan, pada saat itu Merzangus mendengar berita adaseorang hamba saleh yang sedang sakit berat di sana. Maryampun mengajak rombongan mengunjunginya. “Ada baiknya kita mengunjunginya,” kata Maryam Merzangus menyetujui ajakan itu. “Pasti ada hikmah di sana. Mari kita mengunjunginya.” “Akan terbuka dua pintu bagi setiap manusia saat-saatmenjelang kematian. Yang satu menunjukkan arah dunia, kearah para kerabat yang sedang berkumpul pintu yang lainnya ke arah alam akhirat.” “Pada saat-saat itu malaikat akan memperlihatkan pintuakhirat kepadanya. Siapa tahu saat berkunjung nanti kita bisaberbicara dengan para penduduk surga.” Ternyata, berita itu benar. masih hidup, Zahter selalu menyempatkan dirimengunjunginya saat sedang singgah ke daerah tempat orangitu bermukim. Hamba saleh itu rupanya senang melakukanperjalanan di waktu malam demi mendapatkan selalu beruzlah atau mengasingkan diri, menyendiri darihiruk-pikuk dunia untuk mengosongkan diri dengan berzikirdan bertafakur. Mujur, saat sampai di Nasara, Nabi Isa dan para sahabatnyatidak sulit menemukan tempat tinggal orang saleh itu. Saat memasuki rumahnya, hamba saleh yang sedang sakitparah itu mencoba bangkit demi menyambut kedatanganpara tamu. Dari wajah para tamu yang memancarkan nuritulah ia dapat mengenali siapa yang datang berusaha bangkit dari ranjang, namun dirinya tak lagimemiliki cukup tenaga. “Anda sekalian...,” katanya, “Saya sepertinya mengenalkalian dari nur yang terpancar dari dahi bekas sujud. Selamatdatang wahai saudaraku!” “Mungkin kalian akan berkata bahwa orang tua sepertidiriku yang sedang sekarat ini sudah tidak lagi lurus berbicara,sampai-sampai mengaku mengenali kalian. Dan benar, saat inisatu pintu telah terbuka ke alam akhirat bagiku. Apa yang aku lihat saat ini, satu sisi mengarah pada alam akhirat dan satu sisi lagi mengarah pada alam dunia. Diriku pun bingung membedakannya. Meski demikian, ada satu doa yang senantiasa aku panjatkan kepada Allah. Doa itu adalah agar aku dapat berjumpa dengan nabi yang kedatangannyatelah diberitakan dalam Taurat. Berita ini sebenarnya lama dirahasiakan oleh orang-orang siapa saja yang menyinggung berita ini akan dicap sebagai orang yang terancam’.” “Janganlah Anda merasa takut,” kata Merzangus. Meskiaku seorang wanita yang sudah berusia hampir enam puluhtahun, sampai saat ini pedangku tidak pernah lepas daritanganku. Sejak Isa lahir, pedang ini belum pernah akumasukkan ke dalam kerangkanya. Sudah tiga puluh tahunlamanya ia terhunus untuk meradang dan menerjang,” kataMerzangus sembari menggantungkan pedangnya ke dindingkemudian mulai menyalakan tungku di dapur. Saat itu iaseolah-olah adalah penghuni rumah itu sejak lama. Maryam dan Isa masih tetap berdiri. Tidak adasatu kursi untuk duduk di gubuk yang hampir roboh mereka mungkin untuk yang terakhir kalisebelum nelayan saleh itu wafat. Sang nelayan pun merasamalu dengan keadaan rumahnya. Ia terus mencoba sudah berusaha sekuat tenaga, ia tetap tidak mampubangkit dari ranjang. Saat selimutnya jatuh ke tanah, terlihatjelas betapa kurus tubuh hamba saleh itu. “Tidah usah repot-repot,” kata Merzangus serayamengambilkan selimut yang terjatuh. Hamba saleh itu kemudian membungkuk dan bersucidengan ember air yang ada di dekatnya. Sungguh, apakahorang tua ini tidak memiliki seorang kerabat? Dengan gayungdi tangan, nelayan itu membersihkan diri di sekitar tempattidur. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia melipat-lipat ikan yang hampir menutupi kamarnya. Dengan lipatanjaring itulah ia memberikan tempat duduk untuk Maryamdan putranya. “Terima kasih sekali,” kata Maryam, “Indah sekali tempatduduk ini!” Maryam dan Isa pun akhirnya dapat duduk sambiltersenyum. “Wahai anakku! Diriku tidak pernah keluar dari kamaryang kalian lihat ini. Sungguh, usiaku telah berlalu untukmendakwahkan agama yang benar kepada para nakhodakapal, nelayan, dan semua orang di sekitar sini. Aku yangmembuatkan jaring untuk mereka, sedangkan merekamembawakan ikan hasil tangkapannya. Orang-orang dahulusering bercerita bahwa nabi yang namanya disebutkan dalamTaurat kelak akan berdakwah dengan berpindah-pindah darisatu tempat ke tempat lain. Nabi itu tidak akan tinggal di satutempat dalam waktu yang lama. Sejak saat itulah aku selalumenantikan kedatangannya. Diriku hampir saja berputus asauntuk dapat berjumpa dengannya. Aku yakin kalian adalahorang-orang yang dekat dengan nabi itu. Hal ini terlihat jelasdari wajah dan sikap santun kalian. Karena itu, apakah kalianmemiliki berita tentang keberadaannya. Mohon sudilahbercerita kepadaku...!” “Wahai kakek!” kata Maryam. “Inilah Nabi yang selalu kau tunggu. Kini, Sang Nabi itubenar-benar telah berada di depanmu! Dialah Isa al-Masih,utusan yang membawa ajaran dari Allah.” Begitu mendengar penuturan Maryam ini, nelayan tua itumulai menangis sejadi-jadinya. Ia meluapkan rasa bersyukurdan gembiranya. Seketika itu pula ia menyatakan keesaan dan Isa sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Di wajah kakek yangsaleh itu terpancar cahaya. Setelah beberapa saat tersengal-sengal dalam tangisan, nelayan saleh itu kembali sadar bahwaajalnya ternyata sudah dekat. “Ahh....!” jerit sang nelayan. “Duhai Tuan, betapa diriku terlambat bertemu saat yang lalu aku merasa sedih karena belum dapatmenemukan dirimu. Dan sekarang, kesedihan itu semakinmemuncak namun berganti menjadi pedih karena takutkehilangan dirimu. Sungguh, usiaku hanya tinggal sesaatsaja.” “Ahh...!” kata Maryam menimpali. “Duhai Allah... Apa yang akan didapatkan jika seseorang kehilangan-Mu, Dan apa yang hilang darinya jika seseorang mendapatkan diri-Mu?” Mendengar perkataan Maryam, nelayan itu tersentuhhatinya. “Betapa baik hakikat yang Anda ucapkan sehingga hatikuyang sekarat ini menjadi kuat kembali wahai wahai Ibunda al-Masih.” Setelah menghela napas panjang, nelayan saleh itu kembalibertanya, “Berkenankah Anda menerangkan surga?” “Wahai kakek yang saleh! Telah lama engkau menungguberita bahagia itu. Dan sekarang kami datang untukmenyampaikan apa yang kami ketahui,” kata Maryam. Sejak kecil, Maryam telah bermain bersama para malaikat. sangat suka bercerita tentang surga sebagaimana iamenyenangi orang yatim dan miskin. Surga berarti tempat yangdirahasiakan dari pandangan mata manusia. Seperti bunga-bungaan, kebun, dan taman yang menutupi permukaan tanahsebagaimana malam menutupi siang, dan siang menutupimalam, demikian pula alam akhirat yang menutupi surga daripandangan mata kita. Surga memiliki beberapa nama. Adn’ Firdaus’ Mawa’ Naim’ Huld’ Salam’ Illiyyun’ Kakek saleh itu ikut menyebutkan nama-nama surga satudemi satu. “Surga memiliki banyak kedudukan dan paling tinggi ibarat taman kasih sayang,” katanya. Bagi Merzangus, surga hadir saat berada di sampingMaryam. “Kini, diriku berada di pinggir taman surga,” kata nelayansaleh itu seraya memberi isyarat untuk bersalaman denganMaryam. Bagi Merzangus, surga datang saat berada di sampingMaryam dalam embusan lembut kata-katanya yang penuhhikmah. Ya, Maryam adalah bunga surga yang kehidupannyaselalu semerbak mewangi karena membawa berita darisurga. kadang tak kuasa menahan penderitaan dankesusahan yang dihadapinya. Remuk hatinya, tercerai berai,dan berlinang dalam tangisan. Pada saat itulah Maryam yangberusia lima puluhan, lebih muda muda dari usianya, datanguntuk membelai rambutnya. Dengan kata-katanya yang lembutlagi merdu, Maryam bercerita tentang surga. Kehidupanyang menjadi harapan kita. Kehidupan sebenarnya yangakan datang setelah ujian berat di alam dunia ini. Mendengarpenuturan itu, Merzangus pun kembali kuat serasa inginsegera menjemput kematian dengan penuh kegembiraan. Bagi Maryam, kematian adalah pintu terbuka bagiruh untuk mencapai alam abadi. Kematian ibarat kudatunggangan. Saat ditunggangi, ia akan mengantarkan manusiakepada tujuan akhir. Demikianlah, kematian disambut tanpaketakutan atau menakutkan. Setiap kali Maryam membahas kematian, ia selalumengakhirinya dengan menerangkan kehidupan surgasehingga orang-orang fakir dan yang sedang sakit kerasdengan penuh semangat merindukan kematian. Merekajuga kembali tabah menghadapi kesulitan hidup. Ketegarandan ketabahan Maryam dalam menghadapi segala musibahdan kesulitan adalah bersandar dengan keimanannya padakehidupan setelah kebangkitan. Kehidupan surga bukanlahharapan materi melainkan kerinduan pada perjumpaandengan Tuhannya. Inilah kedudukan tertinggi dalam surgayang selalu diharapkan. Dalam masa-masa sulit di pengasingan dan musimpaceklik, Maryam selalu menuturkan kehidupan surga bagipara hamba yang bertakwa. bawahnya mengalir sungai yang jernih danmenyegarkan. Dihidangkan pula berbagai macam buah-buahkan dalam rindang bayangan pepohonan. Inilah imbalanbagi orang-orang yang menghindarkan diri dari berbuatkejelekan.” Saat mendengarkan cerita ini, nelayan saleh itu luap dalamlinangan air mata. Ia memanjatkan puji dan syukur ke hadiratAllah. Pintu-pintu surga seolah-olah terbuka satu per satuseiring dengan penuturan Maryam. Namun, apakah Maryam tidak membenci orang-orangyang berbuat kejahatan? Saat hati Maryam sakit oleh kejahatan dan keburukanorang-orang yang memusuhinya, ia selalu mengadukannyakepada Allah. “Duhai Allah, Tuhan bagi semua orang yang baik dan jugayang jahat!” “Sungguh, tidak ada pintu keluar bagiku selain denganmembuka pintumu.” Maryam selalu menceritakan kehidupan surga kepadaorang-orang yang hatinya sakit demi memberikan dukungankepadanya. Maryam juga mengedepankan harapan, bukankeputusasaan. Ia selalu mendahulukan kasih sayang daripadamenggambarkan ketakutan. Nabi Isa juga selalu mengedepankan pembahasan tentangkehidupan di surga. “Wahai sahabatku. Takut kepada Allah dan kecintaanpada surga Firdaus akan memberikan kesabaran atas kesulitanyang diderita dan menjauhkan diri dari kilau dunia,” demikiannasihat Nabi Isa yang selalu didakwahkan kepada parasahabatnya. Maryam membahas kehidupan surga, Merzanguspernah mendengar beberapa nama. “Pernah engkau bercerita tentang taman di surga danorang-orang mulia yang menghuninya. Berkenankah engkaumenyebutkannya lagi?” harap Merzangus kepada dari harapan ini tentu saja untuk mengantarkannelayan saleh itu mengembuskan napas terakhirnya dengantenang. Maryam pun mulai menjelaskan setiap tingkatan surgadan menerangkan bahwa martabat paling tinggi bagi seoranghamba adalah rida terhadap Allah. “Allah telah menciptakan kita di alam antara, yaitukehidupan di antara alam Mulk dan Malakut. Ini dilakukanagar manusia memahami kemuliaannya. Namun, jika manusiatidak memahami bahwa kemuliaan telah dianugerahkankepadanya dan kemuliaannya di antara semua makhluk harusdiwujudkan dalam syukur kepada Sang Penciptanya, hal initidak lain adalah kejahiliahan yang nyata.” Nabi Isa lalu mengarahkan pembicaraan pada kehidupansurga, yang dipenuhi kemuliaan dalam keindahan taman-taman surga. Semua itu hanya bisa dicapai dalam kerelaan. “Seolah semua penciptaan ini telah Allah letakkan dalamgenggamanmu sehingga engkau pun mampu menerangkannyadengan sedemikian indah,” kata Merzangus. Setelah diam sejenak, Maryam menoleh ke arah Merzangusseraya melanjutkan perkataannya. “Merzangus, sebenarnya diriku sangat penasaran denganpara wanita ahli surga yang kelak akan dipertemukankepadaku,” kata Maryam. adalah para wanita ahli surga? Engkau tidakpernah menyebutkan hal ini kepadaku sebelumnya, wahaiMaryam?” “Berarti Allah telah menakdirkan untuk diterangkandi sini. Engkau tahu Merzangus. Saat aku tinggal di mihrabsampai menjelang kelahiran putraku, pada masa-masa itulahmalaikat menyampaikan wahyu kepadaku untuk bersujudbersama orang-orang yang sujud. Aku pun segera menunaikanperintah itu dengan ikut mendirikan salat berjamaah diKubah Suci, di Masjid al-Aqsa. Namun, waktu itu tidak satupun wanita diizinkan memasuki daerah Kubah Suci. Begitudiriku terlihat ikut mendirikan salat di saf paling belakang,para rahib sangat marah dan menghujaniku dengan sampai tak sadarkan diri. Sesampai di mihrab, aku masihmenangis dalam kesakitan hingga tertidur. Dalam mimpi,malaikat mempertemukanku dengan tiga wanita ahli surga.” “Ya Allah! Jadi engkau pernah dipukuli oleh para rahibitu?” “Tidak penting hujan pukulan yang menimpaku. Bahkan,sudah sejak lama aku melupakan kejadian itu. Yang palingpenting, sekarang aku ingin bercerita kepadamu sebuahkejadian suci yang aku alami di dalam mimpi. Tiga wanita surga yang disebut namanya satu per satu oleh malaikat dengan penuh ucapan sanjungan adalah Asiyah putri Muzahim yang telah membesarkan Nabi Musa di dalam istana dengan penuh kasih-sayang....” Firaun telah tega menyiksanya?” “Setelah mengetahui bahwa Asiyah memeluk agama yangdiajarkan Nabi Musa, Firaun memerintahkan kedua kakidan tangan beliau yang mulia diikat dengan seekor kuda dicambuk agar saling tarik. TubuhAsiyah juga ditindih batu besar. Saat itu, wanita saleh tersebutberdoa, Duhai Allah! Limpahkanlah sebuah rumah di surgakelak. Lindungilah diriku dari Firaun dan diriku dari orang-orang zalim ini’ sampai napasterakhir pun terembus dalam senyuman penuh kebahagiaan.” “Surga adalah pelipur dan harapan bagi setiap hamba yangmendapati kezaliman.” “Benar. Dalam mimpi aku diperlihatkan dirinyamengenakan pakaian yang begitu indah seperti seorangpengantin. Aku melihat ke dalam pandangan matanya. Iatersenyum penuh sinar bagaikan kilauan mutiara. Ia samasekali seperti tidak merasakan sakit. Para malaikat puntidak henti-hentinya membacakan takbir saat dirinya lewat.Telah lewat Asiyah, seorang wanita ahli surga’. Begitulahseruan malaikat dengan suara lantang. Kemudian, malaikatmembawaku ke dalam kedudukan kedua yang juga penuhdengan pancaran cahaya terang.” “Siapakah yang engkau jumpai di sana, wahai Maryam?”tanya Merzangus. sana aku bertemu dengan Khadijah binti Khuwaylid. Dia adalah istri baginda Nabi di akhir zaman. Ia akan datang setelah Isa . Berita kedatangannya telah diserukan dalam kitab-kitab sebelumnya. Dia adalah Muhammad . Dan Khadijah Kubra adalah istri baginda nabi yang mulia ini.” Saat Maryam menuturkan kata-kata terakhir dari kisahini, nelayan saleh itu tiba-tiba terperanjat dan bangkit daritidurnya seraya berteriak, “Apa kata Anda, wahai Maryam?Adakah nabi setelah Isa ?” Mendengar pertanyaan ini, Nabi Isa pun berkatadengan kedua mata yang berkaca-kaca. “Sungguh, semoga salam dan keselamatan tercurah bagiSang Nabi akhir zaman itu . Jika dalam doamu engkaumeminta bertemu denganku, demikian pula dalam doaku. Akumemohon agar dapat dipertemukan dengan nabi akhir zamanitu sehingga diriku dapat bersaksi mengenai kenabiannya danmengabdi pada ajaran agamanya. Dia adalah Ahmad . Dansungguh, diriku beriman dan sangat mencintainya meskibelum mengenalnya.” Maryam kembali melanjutkan kisahnya. “Dialah Khadijah Kubra, istri Nabi yang ditunjukkansebagai salah satu ratu para wanita ahli surga yangdipertemukan denganku dalam mimpi.” “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurahkepada baginda Nabi akhir zaman yang belum lahir dan jugauntuk para sahabat dan ahli baitnya!” sepanjang usiaku, belum pernah diri inimelihat wanita yang lebih cantik daripada Khadijah saat dirinya lewat, para malaikat terheran-heran hingga pingsan. Saat dirinya lewat, diriku yang Allahakan limpahkan Ruhul Kuddus ke dalam kandunganku jugaberada dalam barisan yang menunggunya. Aku mencintainya,merindukannya, sehingga tercium semerbak wangi ibukuyang diriku tidak pernah mengenalnya. Tebersit dalam dirikukeinginan untuk berteriak memanggilnya ibu’....” Semua orang yang ikut mendengarkan cerita Maryammenangis seketika. Jika saat itu mereka menoleh ke arah lautanyang terdapat di bawah gubuk nelayan saleh itu, niscaya merekaakan mendapati ribuan ikan yang sedang terpaku mendengarkankisah tersebut. Bukan hanya ikan, melainkan juga kerang,cumi-cumi, dan semua jenis makhluk di lautan. Mereka ikutlarut dalam tangisan. Jerit Maryam memanggil Khadijah Kubradengan panggilan ibu’ telah menggetarkan seluruh jiwa. Jikasaja jerit dan tangisan Maryam berlanjut untuk beberapa lama,niscaya seluruh ikan di lautan akan terguncang, mabuk dalamcinta, sehingga terdampar ke pinggir lautan. Maryam masih terus melanjutkan kisahnya tentang parawanita ahli surga kepada nelayan saleh yang sedang sekarat. “Kemudian, dalam mimpi itu aku mendengar suaralantang dari ketinggian. Suara itu adalah seruan seorangmalaikat. Wahai seluruh malaikat, lindungilah penglihatankalian karena akan terpancar cahaya berkat kedatangan putriMuhammad al-Mustafa, Fatimah az-Zahra.” Mendengar kisah itu, nelayan saleh itu ikut berteriakhisteria sehingga semua orang dengan susah payah membantumenenangkan dirinya. tempat menjadi begitu terang karena pancarancahaya Fatimah az-Zahra. Semua malaikat tertundukdalam sujud, bertasbih kepada Tuhannya. Diriku juga tidaksadarkan diri bermandikan cahaya. Tiba-tiba, aku seolah-olahmenemukan diriku dalam sebuah cermin. Seketika itu pulaterlihat seorang wanita yang wajahnya persis dengan muda itu tersenyum manis seraya mengulurkantangannya ke arahku. Sungguh, antara diriku dan dirinyaibarat dua pembiasan, dua wujud simetris. Ia juga bertatap muka denganku, wajahnya memerah. Akusendiri merasa gemetar menyambut uluran tangannya. Saat iamengangguk untuk memberi salam, tiba-tiba aku perhatikanada dua anak kecil yang menyelinap di balik jubahnya. Padaleher kedua anak itu tergantung tulisan baik’ dari emas. Keduatulisan itu ibarat gantungan dua anting surga. diriku masih juga belum tahu siapa kedua anakyang sangat manis lagi menyenangkan ini. Keduanya masihbermain petak umpet di balik jubah sang ibu. Sesekali merekamenampakkan diri dan sesekali bersembunyi. Tak lamakemudian datang para malaikat menggelar permadani daribunga untuk kami. Mereka juga menyuguhkan minuman yangsejuk lagi menyegarkan dalam gelas yang terbuat dari intandengan nampan emas murni. Saat aku bertanya tentang ini,malaikat menjawab bahwa yang ada dalam gelas itu adalah airputih yang sejuk lagi menyegarkan dari danau Salsabil dalamsurga yang khusus diberikan bagi para hamba yang muda bernama Fatimah az-Zahra adalah seorangmulia. Sosok yang telah mencapai tempat kebaikan yang memberi bukan karena berlebih, melainkan kasih sayang. Mereka rela menanggung lapar demidapat memberi makan kepada fakir, yatim, dan orang-orangpapa. Dalam melakukan kebaikan ini, mereka juga sama sekalitidak mengharapkan ucapan terima kasih. Hanya Allah yangmenjadi tujuannya. Dialah Fatimah az-Zahra. Sungguh mujursekali diriku dapat bertemu dengannya. Kemudian, datang seorang malaikat memberikan kainpembersih yang terbuat dari sutra. Apa ini?’ tanyaku kepadamalaikat yang membawanya. Inilah pembersih yang khususdihadiahkan kepada para ahli surga yang telah membersihkanjiwanya. Karena dari golongan yang telah menyucikan diri,kalian layak mengenakan pakaian ini. Sementara itu, keduaputra Fatimah tampak mengenakan stelan berwarna hijau danmerah api. Saat bermain kejar-kejaran, anak yang mengenakanbaju merah terjatuh. Aku pun segera mengulurkan tanganuntuk membantunya berdiri. Saat itulah terdengar suaralantang, Semoga Allah juga berkenan mengulurkan tanganuntuk menolong putramu’. Setelah itu, aku terbangun. Inilahperjalananku bertemu dengan para wanita ahli surga di dalammimpiku.” “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurah untukFatimah dan kedua putranya,” kata Merzangus. “Amin...,” ucap semua orang yang berada dalam ruangan. “Amin...,” ucap semua jenis ikan yang menghuni lautan. “Amin...,” ucap semua malaikat yang bersaf-saf mengelilingigubuk itu. Pada saat itu, nelayan saleh memohon syafaat dari parawanita ahli surga. Napas terakhir pun terembus. Saat Nabi Isa menuruni laut untuk menyucikan jasadkakek saleh itu, ia menyaksikan ikan-ikan sudah berjajar Serombongan ikan lumba-lumba telahmenanti untuk membawa jasad nelayan saleh itu ke tengahlautan. Pada saat itulah semua orang baru mengetahui kalaukakek itu adalah dari keturunan Yunus . Beberapa saat kemudian terlihat seseorang menggerakkanperahu untuk menjemput kedatangan jasad sang serombongan ikan itu menyerahkan jasad sang kakekuntuk diangkat ke atas perahu, dalam sekejap lautan berubahseperti keadaan semula, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Merzangus pun bertanya-tanya. “Siapa gerangan sosok yang menunggu kakek itu di tengah-tengah lautan? Mungkinkah ia seorang malaikat?” “Mungkin Nabi Khidir,” jawab Maryam. Maryam merasa malu dengan apa yang telah selalu merasa malu jika rahasianya terkuak. “Hari ini aku telah begitu banyak bicara. Entah apahikmahnya. Duhai Allah! Hamba mohon ampun ataskesalahan hamba yang terlalu banyak bicara,” ucap Maryamkemudian diam sampai esok hari. Untuk beberapa saat, Maryam duduk di samping laut. Iabertafakur dan berzikir kepada Allah. “Ya Kuddus, Ya Allah!” Merzangus lalu menggambar sebuah denah bujur sangkardi atas pasir dengan cangkang kerang. Pada sisi kanan atas denah berbentuk bujur sangkar itutertulis nama “Maryam” membaca tasbih Ya Rahiim, YaAllah!’ Pada sisi kiri atas denah tertulis nama “Asiyah” membacatasbih Ya Mukmin, Ya Allah’. sisi kanan bawah denah tertulis nama “Khadijah”membaca tasbih “Ya Shadik, Ya Allah’. Sementara itu, pada sisi kiri bawah tertulis nama “Fatimah”membaca tasbih Ya Nur, Ya Allah”. Demikianlah. Maryam adalah lambang kasih sayang, Asiyah lambang keyakinan-keamanan, Khadijah lambang kesetiaan, dan Fatimah lambang pancaran nur. Dalam gambar itu, nama Maryam dan Fatimah terdapatpada sisi yang sama. Seolah-olah mereka simetris, salingmelihat satu sama lain. Nama Maryam dan Fatimah jugamewujudkan dua sisi “timur-barat” sisi Kakbah. Dan tempatFatimah az-Zahra tepat di sisi Hajar Aswad. Sementara itu, Maryam dan Khadijah adalah dua ujung“utara-barat” yang menunjukkan Hijr Ismail. Saat itu Merzangus sedang membayangkan masa dirinya berada di tengah padang pasir bersama sang guru,Zahter. Ternyata, gambar denah yang baru saja dibuatnyamirip dengan gambar-gambar yang telah dibuat Zaher saatdirinya mengajak bermain melawan waktu. Merzanguskembali memandangi gambar yang baru saja dibuatnyadengan menambahkan masing-masing sisi dengan menaruhsatu cangkang kerang. Tak beberapa lama, ombak datangmenyapu semua nama wanita ahli surga itu bersama dengancangkang kerangnya. Merzangus merasakan kembali guyuran dari tengah lautan. Ternyata, air yang kembali telahmeninggalkan kerang mutiara sebagai ganti keempat namayang baru saja tersapu ombak. Merzangus heran dengan kejadian ini... Saat Merzangus ingin menunjukkan keempat kerangyang diantar ombak itu, ia melihat Maryam sedang khusyukberdoa. Merzangus pun malu. Ia kemudian melemparkankembali kerang-kerang itu ke tengah lautan. “Sungguh, engkau telah menunda-nunda waktuku denganmengajak bermain dengan batu yakut dan mutiara,” katanya. Merzangus pun menurunkan cadarnya seraya bangkitdengan bersandar pedangnya untuk kembali menuju kegubuk. -o0o- Dnau Jailah Hari berikutnya, Maryam, Isa , dan Merzangusmelanjutkan perjalanan dari Nasara menuju Jalilah. Merekajuga akan singgah ke suatu daerah bernama Gur untukberdakwah kepada para musair dan kaum Badui. Saat menuju ke sana, mereka harus menyeberangi danaumenggunakan perahu dengan tiga pasang pendayung. Begitusampai di pelabuhan, seorang tua terlihat berdesak-desakan ditengah kerumunan. “Saya mencari seorang mualim dari Nasara. Katanya, iaakan berkunjung ke daerah Gur pada hari-hari ini. Ramaidibicarakan bahwa dirinya tidak memiliki mata uang untukmembayar kendaraan yang akan ditumpanginya,” kata orangtua itu. “Saya dengar mualim itu selalu berbagi makanan denganpara fakir miskin. Ia menyalahkan para rahib di Baitul Maqdisyang meninggalkan umatnya demi memperkaya diri,” tambahorang tua itu. “Mualim tidak pernah bicara dengan nafsunya, wahaiKakek. Menurut yang saya ketahui, dia adalah utusan hanya menerangkan apa yang diperintahkan Tuhannya.” cukupkah syariat Musa bagi kita?” “Jika saja syariat Musa telah disimpangsiurkan, Allah akanmengutus seorang rasul untuk meluruskan kembali orang-orang yang tersesat dari jalan tauhid.” “Dari mana engkau tahu semua ini, wahai anak muda?” Mendapati pertanyaan itu, Nabi Isa diam sejenak serayatersenyum. Maryam yang sejak awal diam ikut memberikansalam dengan menganggukkan kepalanya seraya berkata,“Seorang mualim yang engkau maksud itu adalah Isa, saat ini berada di hadapanmu. Berita gembira akankelahirannya sebagai nabi sudah diberitahukan kepadakusejak sebelum kelahirannya. Dialah al-Masih yang mampubicara sejak dirinya lahir.” Orang tua itu langsung gemetar. “Wahai al-Masih putra Maryam. Aku memiliki saudarakembar di al-Quds bernama Ardesyur. Ia sudah tiga puluhdelapan tahun sakit kusta. Setiap Hari Raya Fisih, ia selaludatang ke kolam al-Hayat di halaman Baitul Maqdis untukmendapatkan berkah kesembuhan. Bahkan, ia rela membawaranjangnya untuk tidur di dekat kolam. Namun, sudah sekianpuluh tahun ia tidak dapat mendekati kolam tepat padawaktunya. Aku mendengar dirimu dapat menyembuhkanorang sakit. Aku mohon datanglah ke al-Quds untukmenyembuhkan saudaraku yang sudah sakit sepanjangusianya.” “Wahai sahabat tua! Pertolongan hanya datang dari sisiAllah. Isa al-Masih hanyalah seorang hamba dan penawar juga bukan datang darinya, melainkandari sisi Allah. Tolong jangan sampai tercampur aduk. Isaputra Maryam hanya dapat menunjukkan mukjizatnya dengan Allah. Dan mukjizat itu tidak lain untuk memperkuatkeimanan kita.” “Sungguh benar apa yang engkau katakan, wahai wanitamulia. Sekarang, mohon izinkan diri ini untuk ikut bersamadengan kalian ke Gur dan kemudian ke al-Quds.” “Baiklah,” kata Maryam. Orang tua itu pun akhirnya ikut ke naik ke dalam juga menempuh jarak yang jauh, tiba-tiba ombaksangat besar datang menerjang. Saat itu, Isa al-Masih sedangtertidur, dengan kepala terletak di pangkuan Maryam. Saatterbangun karena teriakan panik orang-orang yang berada diatas perahu, Isa menyaksikan gelombang yang semakinbesar dan cuaca gelap siap menerjang perahu. “Wahai mualim, tolong selamatkan kami. Akan hancurkami sebentar lagi!” teriak orang tua itu. Isa al-Masih mengangkat tangan seraya berdoa kepadaAllah “Wahai Allah! Tuhan langit dan bumi, pemilik angin danlautan, mohon rahmatilah hamba-hamba-Mu ini!” “Amin, amin, amin,” ucap Maryam berulang-ulang. Tak lama kemudian, air danau itu menjadi besar yang baru saja mengamuk kini telah hamparan danau berubah menjadi begitu tenangmenyejukkan. Semua orang pun dibuat heran. Penumpanglain yang berada di atas perahu, termasuk para pendayung,berbisik satu sama lain, “Siapa sebenarnya anak muda ini?Mengapa ombak dan angin taat kepadanya?” Begitu mendarat di kota Gur, yang diperbincangkanpara penumpang dan pendayung perahu telah tersebar kemana-mana. Bahkan, cerita tentang dirinya telah terlebih sampai ke semua telinga penduduk Badui. Lebih dariitu, masyarakat Gur telah berkumpul di alun-alun untukmenunggu kedatangan sang Mualim. Salah satu dari orang-orang yang ikut menunggu tidaklain mata-mata yang disebar para rahib Baitul Maqdis. Sesampai di tempat yang dituju, Nabi Isa akhirnya bicaradi depan umatnya. “Semoga salam tercurah untuk kalian wahai para musair!Apa yang ramai dibicarakan telah sampai juga ke ingin menyampaikan bahwa air di danau itu tidak taatkepadaku, melainkan taat kepada Zat yang kita juga taatkepada-Nya. Dialah Allah. Sepintar apa pun seorang, ia tidakakan mungkin bisa mengabdi kepada dua tuan. Jika salah satutuan berbelas kasih, yang lainnya akan membencimu. Jika satuorang memberi perintah kepadamu, sementara yang lainnyatidak menginginkannya, engkau pun tidak akan mungkinkeluar dari keruwetan yang para musair! Aku ingin menyampaikan kepadakalian bahwa tidak mungkin kalian mengabdi kepada Allah bersamaan dengan mengabdi kepada dunia. Dunia dipenuhi kebohongan, ketamakan, kepedihan,dan penderitaan. Tidak ada kenyamanan di dunia. Yang adahanya kezaliman dan kekalahan. Oleh karena itu, taatlahkepada Allah dan pandanglah dunia sebagai hal yang cara ini, engkau akan mendapatkan ketenangan kalian juga akan mendapatkan ketenteraman. Karena itu, Aku akan mengatakan hal yang benar kepadakalian. Diriku adalah seorang hamba yang setia sehingga akujuga mengajak kalian untuk berada dalam kesetiaan. Sungguh,betapa menggembirakan mereka yang menangis di duniaini karena mereka akan mencapai pada posisi betapa menggembirakan mereka para fakir miskinyang belum merasakan kesenangannya dunia. Mereka akanmerasakan kenikmatan abadi di akhirat yang telah dititahkanAllah. Mereka akan makan dan minum dari jamuan malaikat juga akan menjadi pelayan bagi mereka. Engkausekalian adalah para musair, sama halnya dengan orang-orangyang pergi menunaikan ibadah haji. Mungkinkah seorangmusair akan mengurusi hal-hal duniawi seperti sawah danladangnya, istana dan rumah megahnya serta bersenang-senang? Yakinlah, semua itu tidak! Mereka hanya akanmembawa bekal sebatas yang dibutuhkan dan ringan dibawaselama dalam perjalanan. Jadi, janganlah kalian membebanidiri dengan beban keinginan duniawi, dengan harta, pangkat,dan jabatan. Sungguh, kesadaran menghamba dan bertakwaadalah hal yang sangat berguna dan begitu berharga. Olehkarena itu, wahai para musair, beban yang hakiki untuk kitapikul selama di dunia yang fana ini tidak lain adalah berimandan beribadah kepada Allah.” Ungkapan yang disampaikan al-Masih ini berembusmenenangkan seluruh jiwa para musair serta kaum fakirmiskin. Sementara itu, para wanita berebut mendekati Maryamuntuk dapat mencium tangan dan memohon doa khotbah selesai, mereka bersimpuh di atas tanah dandengan berucap dengan seizin Allah’. Nabi Isa lalu berdoauntuk mereka. Isa lalu melanjutkan perjalanan dengan berjalan kakibersama orang tua yang ditemui di pelabuhan, sementaraMaryam dan Merzangus menaiki kuda yang mereka sewa. “Kakek, maukah engkau aku ceritakan kisah tentang parapenghuni surga yang dirantai namun membuat semua orangheran kepadanya?” tanya Maryam. “Apa?” kata orang tua itu. “Adakah penghuni surga yangdiikat rantai?” Maryam mulai bercerita dengan kata-katanya yanglembut. “Tuhan kita adalah Zat Yang Mahatahu. Dia adalah juga Zat Yang Mahalembut, Mahatahu segala hal yangtersembunyi. Dengan limpahan anugerah dan karunia-Nya,Dia mewajibkan kita untuk menyembah, beribadah, kepada-Nya. Ibadah adalah panjatan rasa syukur seorang hamba. Yangterjadi, manusia sering mempermudah meninggalkan ibadah,meski diwajibkan bagi mereka. Lalu, bagaimana jika tidakdiwajibkan? Apa jadinya jika umat manusia menangguhkanibadah hingga waktu tua? Allah seolah-olah telah mengikatdiri kita dengan ibadah. Dia sangat cinta kepada para hamba-Nya yang terikat dengan rantai ibadah ini. Semoga Allahberkenan menjadikan kita sebagai hamba yang terikat denganiman dan cinta akan ibadah. Sungguh, betapa indah tali rantaiitu!” Mereka berdua tersenyum dan serempak mengucapkan,“Amin.” -o0o- Di Pnggr Sbuah olm Perjalanan Maryam bersama Isa, Merzangus, dan darwistua bernama Berdesyur telah hampir memasuki al-Qudssetelah melalui kota Gur. Kendaraan mereka hanya seekorkeledai. Mereka akan tinggal selama satu pekan sampai tibaHari Raya Fisih dan Sabat. Sambil mengucapkan salam kepada warga, merekaberjalan menuju pinggir sebuah kolam bernama Ab-i Hayatyang terletak di depan pintu Baitul Maqdis yang menghadaparah alun-alun. Benar seperti yang dikatakan Berdesyur. Saat itu, orang-orang yang menderita sakit telah berduyun-duyun memadatipinggir kolam Ab-i Hayat disertai keluarga dan kebanyakan cacat, buta, kusta, mandul, dan sebagianlagi mengalami gangguan jiwa. Sudah berhari-hari merekaberkumpul mengitari pinggiran kolam. Mereka bahkan relamembawa tempat tidur dan tikar demi dapat menunggukedatangan Hari Raya Fisih, sebuah hari untuk mengenangperistiwa pelarian Bani Israil dari perbudakan di Mesir. keyakinan pada masa itu, malaikat akan turunke kolam pada pagi Hari Raya. Siapa saja yang paling awalmencebur ke dalam kolam, ia akan mendapatkan penawardari segala macam penyakit dan segala permintaannyadikabulkan. Bahkan, ada orang yang kemudian menuturkanbahwa malaikat itu adalah putra Allah’. Padahal, Allah sendiriEsa, tak berputra dan tidak pula diputrakan. Keadaan inilahyang telah membuat Nabi Isa menangis. Keadaan ini tidak lain timbul akibat kebodohan dankemiskinan sehingga manusia kerap berputus asa. Merekapun terjerumus ke dalam kesalahan. Selain itu, sikap pararahib sebagai pembimbing umat yang memandang merekadengan jijik dan merendahkan semakin memperparahkeadaan. Para rahib itu telah teperdaya. Mereka terus-menerus mengumpulkan harta benda dan ikut terjun ke dalampolitik Romawi. Mereka meninggalkan kewajiban berdakwahkepada umat dan malah sibuk dengan urusan dunia. Keadaanseperti inilah yang membuat umat sangat butuh seorangpenyelamat. Dalam kerumunan orang-orang yang terbaring dipinggir kolam, Berdesyur memerhatikan setiap wajah untukmenemukan saudara kembarnya yang bernama dia menemukan seseorang yang sudah lanjut kurus, tinggal kulit dan tulang. Dalam keadaanseperti ini, tidak mungkin dirinya ikut berdesak-desakan kekolam. Dengan penuh kemarahan dan perasaan pedih, orangtua itu mulai berkata-kata... “Sudah 38 tahun aku di sini menantikan kedatangannyasetiap pagi pada Hari Raya Fisih. Namun, diriku hidupsebatang kara sehingga tidak ada seorang pun yang menuntun sampai ke pinggir kolam. Sudah 38tahun lebih aku menunggu. Namun, aku tidak juga bisa kesana, meski sekadar mendekat ke pinggir kolam. Ah... tidakada seorang pun yang sudi membantuku dan diriku tidak pulamemiliki tenaga. Mungkin ini adalah hari terakhir bagiku, dankemudian mengembuskan napas terakhir bersama denganpenderitaanku ini di sini. Dan mungkin, pada saat kematianku,tidak akan ada seorang pun yang peduli dengan jasadku.” Maryam sangat sedih melihat keadaan orang tua itu. Iasegera memberikan secangkir air segar. Ia ulurkan pula separuhroti kering untuk sedikit memberikan tenaga. Ardesyurmemerhatikan hal itu dengan penuh perasaan utang budi. “Wahai saudaraku, kini harapanmu untuk mendapatkankesembuhan telah berada di sampingmu. Dia adalah hambaAllah dan juga Rasul-Nya, Isa al-Masih. Insyaallah dia akanberdoa untuk kesembuhanmu sehingga engkau tidak lagi butuhuntuk masuk ke dalam kolam itu. Dengan izin Allah, engkaupasti akan mendapatkan kesembuhan,” kata Berdesyur. Nabi Isa terlihat sangat sedih menyaksikan keadaan orang-orang yang tertimpa musibah sakit itu. Sudah tiga kali ia menangis di dekat kolam. -o0o- “Wahai umat manusia!” seru Nabi Isa. “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikuAlkitab Injil dan menjadikan aku seorang nabi. Dia pula yangmenjadikanku seorang yang diberkati. Dia memerintahkankusalat dan zakat selama aku hidup serta berbakti kepadaibuku. Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagicelaka. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada aku dilahirkan, pada hari aku wafat, dan pada hari akudibangkitkan. Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataanyang benar, yang mereka ragukan kebenarannya. Tidak patutbagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia telahmenetapkan sesuatu maka Dia hanya berkata kepadanya,Jadilah’! Maka jadilah sesuatu itu. Sesungguhnya Allah ituTuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Ini adalah jalanyang lurus.” Kemudian, sambil menyebut dengan seizin Allah’ serayaberdoa, dengan izin Allah pula semua orang sembuhkan darisakitnya dalam seketika. “Sekarang, silakan Anda kembali ke rumah. Bawa ranjangdan tikarnya!” kata Nabi Isa. Itu adalah hari Sabat. Hari dilarang melakukan apa-apa. Mengumpulkan ranjang dan tikar untuk dibawa pulang kerumah melanggar adab di hari Sabat. Meski mereka merasatakut karena melanggar adat, kegembiraan telah sembuh darisakit yang selama ini mereka derita telah memberanikan dirimereka mengikuti anjuran al-Masih. Sementara itu, para rahib di Baitul Maqdis menganggapkejadian ini sebagai bentuk penentangan secara terang-terangan yang telah direncanakan sebelumnya. “Penentang ini telah sengaja melakukan semuanya demimenghina adat hari Sabat. Dia telah menghina adat kita. Secarasengaja dia menyembuhkan orang sakit dan menghidupkanorang mati di Hari Raya Sabat agar semua orang menaruhhormat kepadanya dan meninggalkan adat kita. Orang iniadalah ahli sihir, pembangkang yang akan menginjak-injak dan budaya kita. Jika dia masih melakukan hal yangseperti ini, budaya dan adat kita yang telah berlangsung selamaberabad-abad akan hilang ditelan bumi.” Sifat iri telah membuat Mosye menggigit jarinya karenatak kuasa menahan marah. Ia mengingkari hakikat yangbenar-benar telah nyata di depan mata. Sungguh, betapa menyedihkan keadaannya! -o0o- Orang-orang pun kembali ke rumah masing-masing… -o0o- Marym dn Buah Tn Merzangus baru saja kembali. Tugasnya sebagai bidantelah selesai. Tuan rumah yang dikunjunginya memberiimbalan sepiring penuh buah tin segar. Meski Merzangustelah menolak imbalan itu karena keadaan mereka yangmiskin, sang tuan rumah tetap memaksanya. “Mohon haturkan buah tin segar ini untuk Maryam. Kamiadalah keluarga yang sama sekali tidak memiliki Anda adalah orang terhormat rendah hati yang tidakakan mungkin menolak pemberian dengan setulus hati.” Dengan alasan inilah Merzangus menerima sepiringpenuh buah tin segar itu dengan senang hati. Buah tin segar itu berwarna hijau keunguan. Sebagiansudah begitu matang sampai pecah dan meleleh cairanmanisnya. Merzangus bertahmid kepada Allah yang telahmelimpahkan nikmat yang begitu segar, harum seperti misik,dan manis seperti madu. Maryam sangat menyukai buah tin, dan juga dua buah mulia yang telah dilimpahkan Allah sebagaianugerah kepada bangsa Palestina. sering berkata, “Manis madu buah tin ibaratperkataan seorang ahli hikmah. Jauh sebelum diriku menjadiseorang ibu, Allah juga telah menganugerahkan buah tinsehingga mihrab tempat diriku tumbuh besar bermandikanaroma wangi kesegaran madunya. Buah tin dan zaitunadalah kunci rahasia Palestina. Segala puji dan syukur hambapanjatkan kepada Allah, Tuhannya tin dan zaitun!” Berbinar-binar wajah Maryam saat melihat kedatanganMerzangus dengan sepiring penuh buah tin segar. Ia segerakumpulkan anak-anak yatim yang sedang menunggu di depanpintu. Gembira anak-anak yatim itu melahap buah tin Maryam semakin bahagia menyaksikan kegembiraananak-anak yatim itu. Ia belai rambut mereka. Maryam lalupergi menimba air dari sumur yang berada di dekat gubuknyaseraya mengajak anak-anak itu membasuh wajah itu, Maryam mengizinkan mereka untuk beberapalama bermain-main di sekitar sumur. Maryam sendiri duduk di bawah tenda yang tidak jauhdari tempat anak-anak yatim bermain. “Merzangus...!” panggil Maryam. “Tahukah kamu tentangkisah seorang penjual buah tin yang diceritakan Nabi Isa?” “Sebentar, biar saya panggil anak-anak kemari agar ikutmendengarkan cerita itu.” “Baiklah kalau begitu. Sekalian kita duduk-dudukmenunggu datang waktu salat.” Anak-anak yatim sudah berkumpul, duduk mengelilingiMaryam dengan suasana penuh kegembiraan. “Anak-anak!” kata Maryam mengawali cerita. “Pada suatu masa ada sebuah pasar yang teramat anehdibanding pasar-pasar pada umumnya. Ada seorang petani baik yang telah memetik buah tin yang segar darikebunnya untuk kemudian dijual di pasar itu. Namun, orang-orang yang datang untuk berbelanja di pasar itu sama sekalitidak melirik buah-buah tin yang segar dan baik itu. Merekajustru membeli buah tin mentah yang dipetik dengan melihat antusias para pembeli yang seperti itu, parapedagang jahat tidak ketinggalan untuk semakin berbuatjahat agar dapat menjadi kaya dengan cepat. Mereka memetiksemua buah tin yang masih mentah sebanyak-banyaknyauntuk segera dijual ke pasar. Dan ternyata, para pedagangitu mampu menjual buah tin dagangannya sesuai denganharapan. Para pembeli bahkan beramai-ramai memborongbuah tin itu dengan koin emas. Sementara itu, dagangan buahtin segar lagi baik milik seorang petani berhati baik samasekali tidak diminati. Sampai kemudian, semua orang ramai-ramai menderita sakit perut. Lagi, ada seorang tukang cuci yang mencuci pakaian milikpara pelanggannya dengan menggunakan air bersih dari sumurdi rumahnya. Pakaian para pelanggannya pun bersih orang ini justru tidak pernah mencuci pakaiannyasendiri. Tubuhnya bahkan dipenuhi kutu dan gatal karenapakaian yang dikenakannya begitu kotor.” Anak-anak yatim yang tadinya mendengarkan ceritadengan saksama kini tertawa sepuas-puasnya. “Sekarang wahai anak-anakku! Kalian pantas tertawamenyaksikan keadaan para orang tua yang seperti ini. Sungguhsayang, orang-orang yang sudah tua pun keadaannya dipenuhiironi. Ketahuilah, penjual buah tin itu adalah gambaranorang-orang dengan amal perbuatan mereka pedagang yang taat beribadah kepada Allah akan buah tin yang segar lagi baik, sementara para setanakan menipu manusia dengan berselimut di balik pun memilih berbuat dosa yang terasa manisterbungkus kebohongan. Padahal, dosa itu sesungguhnyaseperti buah tin yang pahit lagi menyakitkan. Sayang, manusiakebanyakan masih juga berpaling seraya memburu bujukansetan.” “Baiklah,” kata seoarang anak yatim yang pintar. “Kalauseorang yang tidak mencuci pakaiannya itu menggambarkanapa wahai Ibunda Maryam? Ataukah dia adalah gambaranseorang Mosye yang mengumpulkan dan menyiksa kamikarena telah mengemis di pasar?” Anak-anak yatim yang lain menyambut pertanyaan itudengan penuh tawa. “Ya benar. Tentu saja ia adalah seorang Mosye.” “Anak-anakku! Keadaan itu menggambarkan seorangyang berdakwah kepada orang lain namun dirinya sendirimengingkari apa yang dikatakannya. Orang-orang yangmengikuti apa yang dikatakannya benar-benar telah mendapatihakikat dan kebenaran sehingga menjadi bersih. Sayang, orangitu tidak mengikuti perkataannya sendiri, seorang munaikbermuka dua. Meski kata-katanya dapat membersihkan yanglain, ia tidak berarti sama sekali bagi dirinya sendiri.” Merzangus kemudian berseru... “Mari anak-anakku sekalian, sekarang sudah tiba waktusalat!” Hari bahkan sudah petang. Cahaya matahari telahberwarna jingga di seberang ufuk sana... -o0o- Sejti Sng Putra Allah mengutus Nabi Isa dan mendukungnya dengandalil-dalil serta mukjizat yang luar biasa. Ini terjadi karenakaumnya sangat keras kepala dan sombong. Bahkan, parapemimpin agama mereka ikut dalam barisan perusak danpembuat kejahatan. Hidayah dan nur yang telah dianugerahkanhilang lantaran kesombongan dan perbuatan zalim yangmereka lakukan. Allah juga menjadikan Maryam sebagai pendamping danpendukung putranya, yang juga sekaligus nabinya. Hidupnyayang pendek penuh dengan kesulitan-kesulitan yang wanita yang dipandang sebagai al-azizah atau wanitamulia dan terhormat yang telah menghadapi semua ujiandengan penuh kesabaran sepanjang hidupnya. Maryam adalah mukjizat agung yang telah dianugerahkanoleh Allah kepada Nabi Isa yang bersinar begitu adalah tamsil dari cahaya Ilahi. Lembut dan terang yangsenantiasa menjadi penopang, dinding tempat bersandar,serta selimut kehidupan bagi Isa dalam menunaikandakwahnya. umat Nabi Isa adalah orang-orang yang sangatsombong. Begitu banyak mukjizat yang dimiliki Nabi Isa dantidak pernah diberikan kepada nabi-nabi yang lain tak mampumeyakinkan dan meluruskan hati mereka. Pikiran dan hati para penduduk al-Quds tertutup rapatoleh dinding-dinding keingkaran yang begitu tebal sehinggamukjizat agung yang tampak di depan mata tidak diterimasebagai dalil oleh mereka, terutama soal kelahirannya yangtanpa seorang ayah. Padahal, mereka telah beriman kepadaNabi Adam dan Hawa yang tercipta tanpa seorang ayahdan ibu. Saat ini terjadi pada diri Nabi Isa, mereka justrumenyemburkan api itnah yang luar biasa. Salah satu hal yang membuat Allah murka kepada merekaadalah itnah kepada Maryam dengan tuduhan yang samasekali tidak terpuji. Kesalahan besar lainnya adalah membunuhNabi Zakaria dan Nabi Yahya. Padahal, keduanya adalahhamba dan utusan Allah yang diutus dari kalangan merekasendiri; kerabat dan keluarga mereka yang berbicara dalambahasa yang sama. Mereka dengan tega membunuhnya. Sungguh, hati mereka telah tertutup dengan tiraikeingkaran. Mukjizat Nabi Isa yang mampu mengubah burung darisegumpal tanah dan kemudian terbang tidak juga membuathati mereka luluh. Sebaliknya, mereka ingkar dan berkilahdengan berbagai sanggahan. “Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tandamukjizat dari Tuhanmu...” Kekuatan untuk menghidupkan dengan tiupan telahAllah turunkan kepada Nabi Isa dengan perantaraanMalaikat Jibril. Malaikat Jibril juga telah meniupkan kekuatan kepada Maryam sehingga dia menjadi seorangibu yang mengandung Kalamullah, memikul tugas menjagaKalamullah. Demikianlah takdir seorang Maryam. Ia mengandung,memikul, merawat, dan mencurahkan kasih sayangnya... Dia adalah pengemban amanah. Sungguh, apa yang diterima Maryam dan Isa dari BaniIsrail adalah hal yang sama sekali tidak bisa diterima dan putranya sangat bertakwa menunaikan syariatMusa, berbicara dengan bahasa yang sama, dan berasal daribangsa mereka sendiri. Apalagi, Bani Israil bukanlah bangsayang belum pernah mengenal Tuhan. Kitab yang menjadipanduan dan dibaca sehari-hari telah memberitakan soalkedatangannya. Sayang, semua ini mereka tolak terang-terangan. Mereka memang telah menutup rapat-rapat hatidan jiwa dari menerima hakikat kebenaran. “Aku diutus untuk membenarkan kitab Taurat yang telahditurunkan sebelumku dan untuk menghalalkan beberapa halyang sebelumnya diharamkan untuk kalian. Aku membawamukjizat. Karena itu, takutlah kepada Allah dan taatlahkepadaku,” kata Isa dalam setiap menyampaikan dakwah. Bani Israil telah diharamkan memakan beberapa makanankarena perbuatan mereka yang sudah keterlaluan. Merekadilarang memakan hewan berkuku dan juga lemak dalamhewan ternak, seperti kambing dan sapi. “Semua ini adalah hukuman bagi mereka atas kezalimanyang telah diperbuatnya.” Iri dan dengkilah yang telah melandasi keingkaranmereka... harus Zakaria dan bukan aku?” begitulahpernyataan yang diungkapkan di antara para rahib. Pertanyaan-pertanyaan bernada iri dan kesombonganselalu berembus dari mulut dan hati mereka. “Mengapa Maryam dapat melihat malaikat sementara akutidak?” “Mengapa Isa yang mampu menghidupkan orang yangsudah mati, dan bukan aku?” Berpegang teguh pada adat yang mereka jadikan sebagaiagama adalah hal yang sejalan dengan keinginan hati itu akan semakin memberi kekuatan kepada para rahibuntuk mendapatkan harta dan juga otoritas politik. Merekamenyatakan diri sebagai pembimbing umat meski sebenarnyasebagai perusak. Ketika Isa berseru, “Allah adalah sesembahanku dan jugasesembahan kalian. Oleh karena itu, menghambalah kepada-Nya karena inilah jalan yang benar bagi kalian!”, mereka punmenentang seraya melakukan penyerangan. Suatu waktu, Nabi Isa dan Maryam menyadari sebuahrencana pembunuhan atas diri mereka. “Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka BaniIsrail, dia berkata Siapa yang akan membantuku menegakkanagama Allah?’ Para hawariun menjawab, Kamilah penolongagama Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah,bahwa kami adalah orang-orang muslim.” Maryam sangat mengasihi para hawariun. Sampai-sampai,pakaian yang mereka kenakan adalah hasil pintalan Maryamatau kaum wanita yang setia jadi pembantunya. Maryam jugamemanggil mereka dengan sebutan “anakku”. hawari yang Alquran telah bersaksi untuk merekaadalah Dua nelayan bersaudara bernama Petrus dan Andreas... Seorang ahli pajak bernama Matta... Kedua putra Zebedi bernama Yuhanna dan Yakub... Taddeus... Yahuda Toma.... Bartholomeus... Philiphus.. Yakub putra Alfeus... Gayyur Simun... Yahuda Iskariot pembangkang Para hawari ini telah berkata, “Kami beriman kepada apayang telah diturunkan Tuhan, kini catatlah kami ke dalamorang-orang yang bersaksi!” Mereka selalu menyertai Nabi Isa ke mana pun setiap perkataannya yang penuh dengan ajaranhikmah. Setelah kepergian Nabi Isa, mereka menyebar keseluruh penjuru dunia untuk mendakwahkan karena kezaliman dan tekanan yang selalu dilancarkanpara penguasa zalim, sebagian dari mereka telah wafatdengan syahid, sementara sebagian lagi dimasukkan ke dalampenjara. Semoga Allah menjadi pembela perjalanan yang ditempuhmereka... -o0o- Sepanjang hidup, Nabi Isa telah menjauhkan diri daripolitik. Isa yang tidak pernah tunduk kecuali kepada Allahjuga mau tidak mau dianggap sebagai pemeran politik atausosok yang dituduh para penguasa telah menggerakkanpenentangan. Karena itu, setiap penguasa merasa ajarantauhid yang didakwahkan Nabi Isa dianggap ancaman bagikekuasaannya. Penghormatan dan kecintaan penduduk kepada ibu danputranya itu kian hari dirasa makin mengguncang posisi politikpara penguasa. Padahal, apa yang diperjuangkan keduanyabukan pangkat dan dunia sebagaimana yang diperjuangkanpara penguasa itu. Ya, saat itu tata kehidupan Bani Israil dalam kondisi kacau kemelut. Ini disebabkan agama yang telah dijadikan alat untuk mendapatkan harta dan pangkat dunia. Saat para pemuka agama membicarakan agama, yangmereka katakan sama sekali kering dari ajaran dan hakikatsuci. Yang ada, agama yang telah diperbudak untuk agama akhirnya menimbulkan berbagai kezaliman,kerusakan moral. Singkatnya, segala segi kehidupan telahhancur dibuatnya. Tak heran jika dikatakan bahwa Ruh telah meninggalkanal-Quds’ sebelum Isa lahir dari rahim Maryam. Itulah salahsatu hikmah dari sebutan Ruhullah’ kepada Nabi Isa, yaitupenawar dahaga akan ruh bagi kota al-Quds yang kehidupannyatelah begitu materialistis dan dipenuhi hasrat duniawi. demikian, para penguasa selalu berlaku zalimterhadap Maryam. Maryam tidak pernah mengunjungi raja,tidak pula mendatangi istananya. Namun, setiap raja selalumembuntutinya. Terhadap aksi seperti itu, Maryam dan Isa telah berkatakepada umatnya, “Sebagaimana hikmah telah diserahkan olehmereka kepada kalian, serahkan pula dunia kepada mereka.” Sayang, kata-kata itu telah dimaknai dengan Hak Tuhanadalah untuk Tuhan, sementara hak Kaisar untuk Kaisar’.Ini membuat politik kezaliman dilancarkan dalam masaberkepanjangan. Padahal, sebagaimana pada kisah-kisah yangtelah kita coba ceritakan sebelumnya, Sang Ibu dan Putranyatidak pernah mengajarkan kezaliman. Kesabaran, ketabahan,dan kasih sayang justru dihadiahi perlakuan keji dari parapenguasa. -o0o- Marym dn Seeor Kijng Maryam sangat cinta pada bunga-bungaan, pada buahzaitun dan tin, pada keledai tunggangan milik Yusuf sangtukang kayu, pada pohon-pohon kurma, pada kupu-kupu,pada burung-burung, pada cicak, pada ikan.... Maryam sangat cinta dengan segala ciptaan Allah. Suatu hari, saat Isa sedang tidur di rumah, tiba-tiba datangseekor kijang mendekati rumah Maryam. Maryam tidak inginmembuat putranya terbangun dan tidak ingin pula kijang itulari menghindar. Ia hanya diam berdiri memandangi kijang itudari jendela. Seketika itu pula Maryam merasa mengenal kijang yang pernah menemani hari-harinya di Betlehemyang penuh kepedihan saat sang putra dilahirkan. Saat itu,kedatangan kijang yang juga sedang menyusui bayinya telahmenjadi hiburan dan teman bagi Maryam yang sedangmengasingkan diri selama empat puluh hari setelah ibu yang juga saling menyusui dan memandangi satusama lain. Kijang itu ternyata tidak takut dengan ajak anaknya mendekati Maryam dan Isa yang masih kijang itu meminum air dari tangan Maryam. kijang yang datang ini... Atau mungkin anak kijang itu yang kini telah menjadibesar? Dengan penuh tanya, Maryam terus memandangi kijangyang datang mendekati rumahnya itu. Ternyata, kijang itu menangis dan meneteskan air mata. Penuh kedua mata kijang dengan linangan air mata. Mengapa ia menangis? “Ya, Allah!” kata Maryam. “Jangan sampai terjadi sesuatu dengan anaknya!” Kemudian Maryam memerhatikan wajah anaknya yangsedang tertidur. Lelap tidurnya karena begitu lelah berjalandan bahkan berlari ke mana-mana untuk menunaikan tugasdakwah dari Allah sebagai nabi. Seorang yang hatinya setiapkali terasa remuk akibat kebengisan sebagian besar umatmanusia. Seorang nabi yang sama sekali tidak memiliki hartadunia apa-apa selain sehelai baju yang dikenakannya. Denganpenuh perhatian, Maryam terus memandangi wajah putranya. Jika saja Allah tidak berkenan mengaruniai kesabaran untuk berdakwah di jalan-Nya, baik Maryam maupun putranya tidak akan tahan dengan berat ujian kehidupan. Maryam terus memandang wajah putranya hinggameneteskan air mata dan mulai membasahi kaki putranya. Bagaikan mutiara tetes air mata Maryam terjatuh darikedua matanya. ditimba dari kedalaman sumur tempat Nabi Yusufdilemparkan. Laksana kobaran api cinta yang berubah menjadi tetesair mata untuk menyirami unggun api tempat Nabi Ibrahimdibakar. Isa al-Masih pun terbangun akibat tetesan air mata yangmembasahi kakinya. Ia segera bangkit sambil berucap salamhormat kepada ibunya. Isa melihat seekor kijang yang berjalan mendekatirumahnya. Telah diriwayatkan bahwa Nabi Sulaiman memahamibahasa burung-burung. Demikian pula dengan Nabi yang begitu bersih telah memberikan pemahamandengan cepat bahwa kijang itu sedang menangis untukanaknya, sebagaimana ibu yang sedang menangis karenanya. Maryam bersama putranya, semoga rahmat Allah tercurahbagi keduanya, segera mengikuti sang kijang. Ternyata, anak kijang yang masih kecil itu telah matitergeletak di dalam dinding sebuah gua karena dilukai parapemburu. Bukankah seekor kijang juga yang telah memberimakan kepada Nabi Ibrahim saat ia ditinggalkan di dindingsebuah gua? Maryam kembali memandangi wajah putranya denganlinangan air mata kasih sayang seorang ibu. Dalam catatan kitab-kitab terdahulu diriwayatkan bahwaIsa al-Masih dapat menghidupkan kembali anak kijang yangtelah mati itu dengan izin Allah. Demikianlah, orang-orang yang berlari menghindar dariraja dan orang-orang kaya akan mencatat kenangan merekatentang seekor kijang yang merana... -o0o- Marym dn Kam isin “Kita adalah makhluk teramat lemah, wahai saudara-saudaraku,” kata Maryam terhadap kaum perempuan yangmendatangi rumahnya. Padahal, kebanyakan orang yangbersandar di pintu rumahnya adalah dari kalangan fakir,yatim, atau kaum papa lainnya. Oleh karena itu, kelemahankodrat manusia tidak diperlukan sebagai pengecualian. Sebab,mereka memang kaum papa dan dipandang lemah oleh orang-orang kaya dan pengusaha. “Di mana pun kalian berada, takutlah senantiasa kepadaAllah. Setiap apa yang kalian makan, meski sesuap, harus darirezeki yang halal. Jadikanlah masjid-masjid sebagai orang yang mendukung rakyat yang lemah dan bukanorang yang memiliki kekuasaan di dunia. Ajaklah nafsumuuntuk menangis, hatimu untuk berzikir, dan badanmuuntuk terbiasa bersabar. Janganlah engkau menjadi orangyang merisaukan rezekimu di hari esok,” demikian tambahMaryam. Sayang, bukan hari esok, untuk sekarang pun mereka tidakmemiliki apa-apa dalam genggamannya. Dalam pandanganorang-orang yang butuh sesuap nasi ini, “hari esok” adalah yang amat panjang. Mereka sangat berharap dapatselamat melewatkan detik-demi detik yang sedang dialami. Lalu, mengapa Maryam masih juga berpesan tentangkesabaran? Dengan penuh kasih sayang, Maryam pun menerangkankepada kaum perempuan. “Suatu hari, seorang yang teramat fakir hidup di kotaal-Quds. Saking papanya, ia bahkan tidak memiliki rumahagar dapat berbaring saat tidur. Ia pun akhirnya tidak pernahmeninggalkan masjid. Kehidupan sehari-harinya dicukupidari pemberian sedekah para jamaah. Pada suatu hari, ketikaorang ini mengambilkan tongkat Nabi Uzair yang terjatuh,ia mendapatkan doa mustajab dari sang nabi. “SemogaAllah berkenan memberi sesuai dengan apa yang ada dalamhatimu.” Orang fakir itu pun berkata, “Dalam hatiku terdapatkeinginan untuk memiliki dua ekor kambing yangmenghasilkan susu yang banyak, wahai Nabi!” Sang nabi lalu memandangi wajah orang itu seolah-olahbertanya apakah tidak ada hal lain yang engkau minta?’ Meski tidak seberapa, para malaikat berkata, “Sayangsekali. Pedih rasanya mendengar permintaan itu.” Nabi Uzair pun heran. “Apa yang membuat berat permintaan itu?” pikir NabiUzair. “Dua ekor kambing bukan kekayaan yang dilarang danjuga perlu dirisaukan, bahkan ini adalah sebuah kebutuhan?” Sementera itu, dalam waktu yang cukup singkat, keduaekor kambing itu telah beranak pinak menjadi empat, delapan,tiga puluh, empat puluh, sampai-sampai dalam beberapa lamajumlahnya telah menjadi seribu ekor. Saking sibuk mengurusiternak, tidak ada waktu lagi untuk pergi ke masjid. Bahkan, keluar dari kota al-Quds untuk menetap di dulu biasa menunaikan salat secara berjamaah, kinihanya bisa seminggu sekali. Beberapa lama kemudian, iabahkan sama sekali tidak bisa berangkat ke masjid. Pekerjaandan kekayaannya telah membuatnya terlena. Beberapa lama kemudian, Nabi Uzair bertanya tentangkeadaan orang tersebut. Setelah mendapatkan jawaban, NabiUzair baru menyadari mengapa waktu itu para malaikatmenyayangkan permintaan tersebut. “Jika saja ia tetap tinggal di masjid dengan kehidupan yangsangat sederhana dari sedekah jemaah namun imannya tetapteguh....” Maryam melanjutkan perkataannya di hadapan para ibuyang telah berkumpul di rumahnya. “Wahai saudaraku! Dari cerita ini, kita paham bahwasetiap permintaan akan materi, yang sepintas hanya sebuahpermintaan yang wajar, sejatinya adalah sebuah perangkapdunia. Jika kekayaan akan memalingkan kita dari Allah,keadaan lapar tentu lebih baik daripadanya. Namun, kita jugamemohon perlindungan Allah dari kelaparan dan kefakiranyang justru malah memalingkan kita dari Allah.” Setelah selesai cerita Merzangus pun segera membagi-bagikan kue yang ada di keranjang kepada para tamu. Setiap kali Maryam menyinggung masalah kekayaan dankefakiran, ia selalu berpesan, “Awas, hati-hati! Jangan sampaikita berdiri dengan kedatangan seseorang karena sampai berbuat demikian, iman kita bisa hilang. Jikaada orang yang berhak untuk kalian hormati dengan berdiri,mereka adalah ayah dan ibu. Dan juga terhadap haiz danpembaca Taurat yang fasih, hormatilah kedatangan merekadengan berdiri.” juga berada di depan ibu dan para haiznya. Segeraia berdiri seraya memberi tempat kepada mereka. -o0o- Maryam dan Nabi Isa terikat pada syariat Musa . Meskidemikian, mereka justru mendapatkan perlakuan jahat daribangsanya. Para alim Bani Israil tidak juga mau menerimanyasebagai utusan dari Allah. Selain itu, kedudukan para rahib sebagai pemuka agama,yang secara politik dan ekonomi merupakan kedudukanmapan dalam kasta atas, membuat mereka kebal hukumdan memiliki status ekonomi tinggi. Mereka bisa membuatperaturan yang menguntungkan sekehendak hati. Bebas daripungutan pajak. Bebas membuat kebijakan demi kepentinganpolitik mereka. Menurut Maryam, mereka “telah beraktivitas dalamkeburukan”. Mereka menjual agama demi mendapatkan duniayang fana. Isa dan Maryam, setiap kali ada kesempatan, selalumenyampaikan apa yang telah dilakukan Bani Israil. “Kata-kata Anda sekalian adalah obat yang menyembuhkanpenyakit, namun perbuatan Anda sekalian adalah derita yangtidak bisa diobati.” Dan sungguh, tidak ada hal yang jauh lebih berbahayadaripada alim agama yang tidak sama antara perkataan danamal perbuatannya. Maryam sering mengatakan demikian tentang paraalim agama yang berbeda antara ucapan dan perbuatannya. adalah orang-orang yang kata-katanya adalahmakanan, sementara amal perbuatannya racun!” Sepanjang hidup, Maryam selalu belajar dan mengajar. Dialah guru sejati, yang baik dan kuat perkataannya. Guru yang memberikan kesan tak terhapuskan. Baginda Rasulullah Muhammad sering bersabda saatputri beliau, Fatimah az-Zahra, bertutur kata baik lagi penuhhikmah. “Dalam bertutur kata penuh hikmah, engkau mirip sekalidengan wanita surga Maryam putri Imran, wahai putriku.” Suatu saat, asap dapur keluarga Rasulullah tidak mengepulselama beberapa hari. Fatimah lalu datang kepada Rasulullah dengan berlari membawa sepiring makanan yang mungkinia dapatkan dari hadiah tetangga. Senang sekali anggotakeluarga dengan kedatangan Fatimah. Saat itu Rasulullah bertanya kepadanya tentang asal makanan itu. Fatimah pundengan tersenyum manis menjawab, “Dari Allah, wahaiRasulullah. Dari Allah yang tiada terhitung limpahan rezeki-Nya.” Mendapat jawaban yang baik ini, Rasulullah menyanjungputrinya dengan bersabda bahwa dirinya mirip sekali denganMaryam. Rasulullah kemudian mencium keningnya. Fatimah dan Maryam sangat simetris, bayangan satu samalain dalam hal sikap dan sifat. 441